Senin, 13 April 2009

'Ilmu dan Hal-Hal yang Berkaitan Dengannya

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَإِلَهَ إِلاَّهُوَ وَالْمَلَئِكَةُ وَأَولُوا العِلْمِ قَآئِمًا بِالْقِسْطِ لاَإِلَهَ إِلاَّهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ.

“Allah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia Yang Menegakkan Keadilan. Para Malaikat dan orang-orang berilmu (juga bersaksi atas yang demikian), tidak ada Tuhan Yang berhak disembah melainkan Dia Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana”. (Ali Imran: 18)

Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini berkata (yang terjemahannya) : Ini adalah kedudukan yang mengandung keistimewaan agung bagi ulama (orang-orang berilmu), sebab Allah mempersandingkan persaksian ulama dengan persaksian Allah dan para MalaikatNya terhadap suatu perkara yang sangat agung yaitu persaksian terhadap keesaan Allah Subhanahu wa Ta'ala .

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَيَعْلَمُوْنَ

“Katakanlah: ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ?” (Az-Zumar:9)

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11)

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِـهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ

“Barangsiapa yang ALLAH menghendaki suatu kebaikan pada dirinya, maka Dia memberinya pengetahuan dalam masalah agamanya.” (Riwayat Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah, Darimi)

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Aalihi Wasallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (Hadits hasan riwayat Ibnu Majah)

Dari Katsir bin Qais, dia berkata (yang terjemahannya) : Aku sedang duduk bersama Abud Darda’ di masjid Dimasyq. Kemudian seorang laki-laki datang kepadanya, lalu dia berkata: ‘Wahai Abud Darda’, sesungguhnya aku mendatangimu dari kota Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam karena sebuah hadits yang telah sampai kepadaku, bahwa engkau menceritakannya dari Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, aku tidak datang (kepadamu) untuk keperluan lain.” Abud Darda’ berkata: ‘Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ سَلَكَ تَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ العَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ وَلْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ. وَإِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَارًا وَلاَدِرْهَمًا وَ إِ نَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظِّ وَافِرٍ.

“Barangsiapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah membentangkan baginya satu jalan dari jalan-jalan surga. Dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ‘ilmi (penuntut ilmu agama). Dan sesungguhnya seorang alim itu, dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi dan oleh ikan-ikan yang ada di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan orang alim (berilmu) atas seorang ahli ibadah seperti Keutamaan bulan di malam purnama atas seluruh bintang-bintang. Dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka telah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil-nya, berarti dia telah mengambil bagian yang banyak”. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya. Dihasankan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin).

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa meniti jalan untuk mencari ilmu, maka ALLAH memudahkan jalan baginya ke surga.” (HR. Muslim)

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda (yang terjemahannya) : “Barangsiapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka ia fisabilillah sampai ia pulang.” (HR. Tirmidzi)

AKIBAT ORANG YANG BERBICARA DAN BERAMAL TANPA ILMU

وَلاَ تَقْفُ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ. إِنَّ السَّمْعَ وَلْبَصَرَ وَلْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلاً.

“Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguh-nya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Al-Isra: 36)

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ الـنَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ

“Maka siapakah yang lebih dzalim daripada orang-orang yang membuat kedustaan atas Allah untuk menyesatkan manusia tanpa ilmu?” Al-An’am: 144)

مَنْ قَالَ فِي القُرْآنِ بِرَأْيِهِ أَوْ بِمَا لاَيَعْلَمُ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa berbicara tentang al Qur’an dengan akalnya atau tidak dengan ilmu, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka.” (Hadits seperti ini di dapat dari dua jalan, yaitu Ibnu Abbas dan Jundub. Lihat Jami’ Ash-Shahih Sunan Tirmidzy jilid 5 hal. 183 no. 2950).

Dari Salamah bin Akwa dia berkata, aku telah mendengar Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ يَقُوْلْ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa yang mengatakan atas (nama)ku apa-apa yang tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Bukhari I/35 dan lainnya)

Dari Aisyah رضي الله عنها dia berkata (yang terjemahannya) : Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa mengamalkan sesuatu amal yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalnya itu tertolak.” (HR. Muslim)

كَفَى بِلْ مَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَا

“Cukuplah seseorang dinyatakan berbohong, jika ia menceritakan apa saja yang didengarnya.” (HR.Muslim dalam muqaddimah Shahihnya).

Dari beberapa ayat dan hadits di atas, jelaslah betapa buruk akibat bagi orang yang berbicara atau beramal tanpa didasarkan pada ilmu, asal bunyi dan menyampaikan al qil wal qal (katanya dan katanya) semata. Termasuk di dalam hal ini adalah kegiatan dakwah tanpa ilmu. Akibat buruknya adalah ancaman neraka dan dia akan dicap sebagai pembohong.

PERKATAAN SALAFUS SHALIH

Imam Syafi’I Rahimahullah berkata (yang terjemahannya) : “Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan keduanya maka hendaklah dengan ilmu.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi).

Ali bin Abi Thalib Radhiyallaahu 'Anhu memberikan nasehat kepada seorang tabi’in dengan perkataan beliau (yang terjemahannya) : “Wahai Kumail bin Ziyad! Sesungguhnya hati itu adalah wadah, maka sebaik-baik wadah adalah yang paling banyak memuat kebaikan. Ingatlah apa yang akan aku katakan kepadamu: Manusia itu ada tiga macam: -Seorang ‘alim rabbani (seorang yang berilmu, mengamalkan ilmunya dan mengajarkan-nya). -Seorang pelajar yang berada di atas jalan keselamatan. -Dan orang-orang hina, para pengikut setiap yang berteriak. Mereka mengikuti (arus) setiap angin, mereka tidak mendapatkan cahaya ilmu dan tidak berpegangan dengan tiang yang kokoh.” (Min Washaya As–Salaf, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali).

Umar bin ‘Abdul ‘Aziz Rahimahullah berkata (yang terjemahannya) : Siapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa ilmu, maka kerusakannya akan lebih banyak dari kebaikannya. (Ibnu Taimiyah dalam Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar hal. 63)

Imam Malik berkata (yang terjemahannya) : “Ilmu itu tidak diambil dari empat golongan, tetapi diambil dari selainnya. Tidak diambil dari orang bodoh, orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya, yang mengajak berbuat bid’ah dan pendusta sekalipun tidak sampai tertuduh mendustakan hadits-hadits Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, juga tidak diambil dari orang yang dihormati, orang shaleh, dan ahli ibadah yang mereka itu tidak memahami permasalahannya”. Imam Muhammad Ibnu Sirin berkata (yang terjemahannya) : Sesungguhnya ilmu itu dien, Maka lihatlah dari siapa kamu mengambil dienmu.



MENUNTUT ILMU BUKAN KEPADA AHLINYA

إِنَّ اللهَ لاَيَقْبِضُوْ الْعِلْمَ إِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَبْقَ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُأُوْسًا جُهَّالاً فَسُئِـلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dikalangan umat manusia setelah dianugerahkan kepada mereka, tetapi Allah mencabut ilmu tersebut di kalangan umat manusia dengan di-matikannya para ulama, sehingga tidak tersisa orang alimpun, maka manusia menjadikan orang-orang bodoh menjadi pemimpin. Mereka dimintai fatwanya, lalu orang-orang bodoh tersebut berfatwa tanpa ilmu.” Dalam riwayat lain: “dengan ra’yu/akal, maka sungguh perbuatan tersebut adalah sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari I/34)

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّا عَةَ أَنْ يُلْتَمَسَ الْعِلْمُ مِنَ اْلأَصَاغِرِ.

“Sesungguhnya di antara tanda-tanda datangnya hari kiamat ialah apabila ilmu diambil dari orang-orang kecil.” (di kalangan mereka). (Lihat kitab Silsilah Hadits Shahih no. 695)

Ibnu Abdil Barr berkata (yang terjemahannya) : “Orang-orang kecil (ash shaghir) adalah orang-orang yang tidak berilmu.”

Ibnul Mubarak berkata (yang terjemahannya) : “Ash-Shaghir adalah ahlul bid’ah. (Lihat Silsilah Al-Ahadits ash-Shahihah). Syaikh al-Albani berkata (yang terjemahannya) : “Al-Shaghir adalah orang-orang bodoh, dimana mereka berbicara tanpa ilmu (pemahaman) dari Al-Kitab dan As-Sunnah dan mereka itu sesat lagi menyesatkan.”

Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallaahu 'Anhuma bahwa beliau berkata:

دِيْنُكَ, دِيْنُكَ إِنَّـمَا هُوَ لَحْمُكَ وَ دَمُكَ, فَانْظُرْ عَمَّنْ تَأْخُذُ, خُذْ عَنِ ا لَّذِيْنَ اسْتَقَامُوْا وَلاَ تَأْخُذْ عَنِ ا لَّذِيْنَ مَالُوْا.

“Agamamu, agamamu! Dia adalah darah dan dagingmu, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambilnya. Ambillah dari orang-orang yang istiqamah (terhadap sunnah), dan jangan ambil dari orang-orang yang melenceng (dari sunnah).” (Al Kifayah hal 121 karya Al-Khatib al Baghdadi).

Dalam kitab Fatawa Aimmah al-Muslimin bi Qath’i Lisan al-Mubtadi’in (Kitab yang memuat fatwa-fatwa para ulama terdahulu dari Mesir, syam dan Maghrib (Maroko) yang disusun oleh Mahmud Muhammad Khattab As–Subki) hal. 13 disebutkan (yang terjemahannya) :

“Para imam mujtahid telah bersepakat bahwasanya tidak boleh mengambil ilmu dari Ahlul Bid’ah, dan mereka mengatakan bahwa zina yang merupakan salah satu dosa paling besar, masih lebih ringan dibandingkan bila seseorang bertanya tentang perkara agamanya kepada Ahlul bid’ah.”

Simak pula perkataan Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid dalam kitabnya Hilyah Thalib al-Ilmi (yang terjemahannya) : “Hati-hatilah (wahai penuntut ilmu) terhadap “Abu Jahl” (orang bodoh), Ahlu Bid’ah. Yaitu mereka yang timpang aqidahnya dan tertutupi awan khurafat. Dia berhukum dengan hawa nafsu yang dinamakannya akal. Berikutnya mereka menentang dalil-dalil, padahal bukankah akal itu (adalah ketundukan) kepada nash-nash.”

ANCAMAN TERHADAP ORANG YANG TIDAK MENGAMALKAN ILMUNYA

Kiranya cukup firman ALLAH Ta'ala berikut ini sebagai celaan terhadap orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya:

كَمَثَلِ ا لَحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا.

“Seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.” (Al-Jumu’ah : 5)

Para ulama menafsirkan surat Al-Fatihah ayat 7 tentang ‘mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat’. Mereka yang dimurkai adalah orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya (seperti Yahudi), sekalipun mengetahui kebenaran, tetapi menyimpang dari kebenaran itu sendiri. Sedangkan mereka yang sesat (dan menyesatkan), adalah mereka yang beramal tanpa ilmu (seperti Nashrani) yang tidak mencari jalan ke-benaran. (Al-Jahl fi Tahkimi Al’Aql wat Ta’asshub –Syaikh Jamal bin Ahmad bin Basyir Badi’).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

أُوْلَئِكَ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ.

“Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.” (Al-A’raaf: 179)

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda (yang terjemahannya) : “Pada Hari Kiamat akan ada seseorang yang dibawa, lalu dimasukkan ke dalam neraka. Maka di dalam neraka isi perutnya terburai keluar. Ia berputar-putar bagaikan seekor keledai yang berputar-putar menyeret alat penggilingan (tepung)nya. Lalu para penghuni neraka lain mengerumuninya. Mereka bertanya: ‘Hai Fulan! Mengapakah engkau? Bukankah engkau dahulu menyuruh kami berbuat makruf dan melarang kami berbuat mungkar? Ia menjawab: Ya, dahulu saya menyuruh kalian berbuat makruf, tetapi saya tidak mengerjakannya. Dan saya melarang kalian berbuat mungkar, tetapi saya mengerjakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

CELAAN TERHADAP ORANG-ORANG YANG TIDAK BERILMU

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang terjemahannya) : ”Tetapi kebanyakan mereka itu bodoh.” (Al-An’am:111)

“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun.” (Al-Anfal: 22)

“Sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang bodoh.” (Al-An’am: 35)

Lihat QS: 2 : 67, 6: 37, 7: 199, 11: 46, 25: 44. Ibnu Qayyim berkata (yang terjemahannya) : Semua ayat ini menjelaskan sisi negatif kebodohan, kebencian Allah terhadap kebodohan dan orang-orang bodoh.

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ لاَ يُبْغِضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّ نْيَا وَجَاهِلٍ بِاْلأَخِرَةِ

“Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang pandai tentang dunia, bodoh tentang akhirat.” (Shahihul Jami’, dari Abu Hurairah)

TIPU DAYA IBLIS ATAS ORANG-ORANG SUFI KARENA MEREKA TIDAK MAU MENCARI ILMU

Orang-orang Sufi menjauhkan diri dari menuntut ilmu syar’i. Dikatakan oleh al Junaid, seorang pentolan Sufi, (yang terjemahannya) “Yang paling aku sukai pada seorang pemula, bila tak ingin berubah keadaannya, hendaknya jangan menyibukkan hatinya dengan tiga perkara berikut: mencari penghidupan, menimba ilmu (hadits) dan menikah. Dan yang lebih aku sukai lagi pada penganut sufi, tidak membaca dan menulis. Karena hal itu hanya akan menyita perhatiannya.”(Quwat al-Qulub, III/35)
Dari ‘Abdullah bin Khafif, dia berkata (yang terjemahannya) : “Sibukkanlah diri kalian dalam upaya mencari ilmu, dan janganlah kalian terperdaya oleh perkataan orang-orang sufi. Dulu aku pernah menyembunyikan pulpenku di saku tambalan dan lipatan celanaku. Aku juga biasa menemui para ulama secara sembunyi-sembunyi. Jika orang-orang sufi itu mengetahui apa yang kulakukan, tentu mereka akan menyerangku habis-habisan, seraya berkata ‘engkau tidak akan beruntung’. Setelah itu mereka menyodorkan berbagai alasan kepadaku.”

Orang-orang Sufi menghancurkan sanad-sanad hadits dan menshahihkan hadits-hadits dha’if (lemah), munkar dan maudhu’ (palsu) dengan cara kasyaf (tersingkapnya segala rahasia). Sebagai-mana dikatakan Abu Yazid Al-Busthami (yang terjemahannya) : “Kalian mengambil ilmu dari mayat ke mayat. Sedangkan kami mengambil ilmu dari Yang Maha Hidup dan tidak pernah mati. Hal itu seperti yang telah disampaikan para pemimpin kami: ‘Telah mengabarkan kepada aku hatiku dari Tuhanku’ .“(Al-Kawakib ad-Durriyah, Al-Manawi, hal 226)

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu mengomentari ucapan Abu Yazid bahwasanya ucapan tersebut adalah ucapan yang batil, menyelisihi Al-Qur’an yang mengandung dalil bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam untuk menyampaikan Islam/risalah kepada umat manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang terjemahannya) : “Hai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Allah kepadamu dari Tuhanmu.” (Al-Maidah: 67)

Tidak mungkin seorang mengambil ilmu langsung dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, itu adalah kedustaan yang dibuat-buat. Wallahu A’lam.

Maraji’:

1. Mukhtasar Minhajul Qashidin (terjemah) – Ibnu Qudamah
2. Miftah Daar As–Sa’adah (terjemah) – Ibnu Qayyim al-Jauziyah
3. Talbis Iblis (terjemah) – Ibnul Jauzy
4. Sufiyah fi Mizanil Kitab Wasunnah (terjemah) – Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar