Rabu, 15 April 2009

AHLUSSUNNAH ADALAH GOLONGAN YANG SELAMAT

AHLUSSUNNAH ADALAH GOLONGAN YANG SELAMAT
(ABU KHOLILAH)
Bagi setiap muslim, bahkan semua umat manusia mempelajari tauhid adalah sesuatu yang wajib. Betapa tidak, tauhid adalah tujuan Allah 'Azza wa Jalla mengutus segenap rasulnya,(lihat Al- Qur’an 16 : 32 ; 21: 25 ; 7 : 59 ; 65, 73, 85), dan karena tauhid pula manusia dan jin diciptakan .
Allah 'Azza wa Jalla berfirman : “ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu”. (Adz-Dzariyat:56)
Karena itu, amal yang tidak dilandasi dengan tauhid akan berkesudahan dengan sis- sia, tidak dikabulkan oleh Allah 'Azza wa Jalla. Lebih dari itu, amal yang terkadang dianggap baik itu, justru akan menyengsarakannya dunia akhirat. Allah 'Azza wa Jalla berfirman :
“Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi ) yang sebelummu, jika kamu mempersekutukan (tuhanmu), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur‘.” (Az- Zumar : 65 - 66).
Jadi menurut tuntunan Islam hanya amal yang dilandasi tauhid yang akan mengantarkan manusia pada realita kebahagiaan yang sesungguhnya, dunia dan akhirat (lih. QS:16:97)

HAKIKAT GOLONGAN YANG DISELAMATKAN OLEH ALLAH

Golongan yang selamat adalah yang berpegang pada Tali Allah 'Azza wa Jalla,tidak menyekutukan Allah 'Azza wa Jalla dan tidak berpecah belah menjadi beberapa golongan yang setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya . [Ali Imran : 103] dan [Ar-Rum :31-32]
Nabi saw bersabda : “Aku wasiatkan padamu agar engkau bertakwa kepada Allah 'Azza wa Jalla, patuh dan taat, sekalipun yang memerintahmu seorang budak habsyi. Sebab barang siapa hidup [lama] diantara kamu tentu akan menyaksikan perselisihan yang banyak Karena itu, berpegang teguhlah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mereka itu mendapat petunjuk. Pegang teguhlah ia sekuat-kuatnya. Dan hati-hatilah terhadap setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, sedang setiap bida’ah adalah sesat (dan setiap yang sesat tempatnya ada dineraka.” (HR. An-Nasai dan At-Tirmidzi Hadits shahih)
Rasulullah saw bersabda :” ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari ahi kitab telah berpecah-belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan tempatnya didalam neraka dan satu golongan di dalam surga, Yaitu al-jama’ah (Hadits Hasan riwayat Ahmad). Dalam riwayat lain disebutkan “ semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang aku dan para sahabatku meniti di atasnya.” (Hadits hasan riwayat At-Tirmidzi)
ibnu mas’ud y meriwayatkan : “Rasulullah membuat satu garis dengan tangannya lalu bersabda “ini jalan Allah 'Azza wa Jalla yang lurus”, lalu beliau membuat garis-garis dikanan kirinya, kemudian bersabda, “ini adalah jalan-jalan yang sesat tak satupun dari jalan-jalan ini kecuali didalamnya terdapat setan yang menyeru kepadanya.” Selanjutnya beliau membaca firman Allah 'Azza wa Jalla, “dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia janganah mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya yang demikian itu diperintahkan oleh Allah 'Azza wa Jalla kepadamu agar kamu bertaqwa (Qs. Al-an’am153)”. (Hadits shahih riwayat Ahmad dan Nasa’i).

MANHAJ GOLONGAN YANG SELAMAT

Golongan yang selamat ialah golongan yang setia mengikuti manhaj Rasulullah saw dalam hidupnya, serta manhaj pada sahabat sesudahnya.
Beliau memerintahkan ummat islam agar berpegang teguh pada keduanya: “Kutinggalkan kepadamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila (beregang teguh) kepada keduanya, yaitu kitabullah dan sunnahku, tidak akan bercerai berai sehingga keduanya menghantarku ke telaga (surga).” (Hadits Shahih)
Golongan yang selamat akan kembali (merujuk) kepada Kalamullah dan Rasul-Nya tatkala terjadi perselisihan dan pertentangan diantara mereka.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman :”kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah 'Azza wa Jalla (Al-Qur’an) dan Rasulnya (sunnahnya),jika kamu benar-benar beriman kepada Allah 'Azza wa Jalla dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu ) dan lebih baik akibatnya.”(An-nisa’ : 59). Dan firman Allah 'Azza wa Jalla dalam surat yang lain “ Maka demi tuhanmu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’ : 59)
Golongan yang selamat tidak mendahulukan perkataan seseorang atas kalamullah dan rasulNya, sebagai realisasi dari firman Allah 'Azza wa Jalla: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan rasulNya dan bertaqwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al hujurat :1)
Ibnu Abbas berkata:” Aku mengira mereka akan binasa, Aku mengatakan, Nabi saw bersabda, sedang mereka mengatakan, Abu Bakar dan Umar berkata).
Golongan yang selamat senantiasa menjaga kemurnian tauhid
Golongan yang selamat senang menghidupkan sunnah-sunnah rasulullah, baik dalam ibadah, prilaku dan dalam segenap kehidupannya.
Sehingga mereka manjadi asing ditengah kaumnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :” sesungguhnya islam pada awalnya adalah asing dan akan kembali menjadi asing seperti pada awalnya, maka keuntungan bagi orang yang asing.” (HR. Muslim).
Golongan yang selamat tidak berpegang kecuali kepada kalamullah dan kalam RasulNya yang maksum, yang berbicara dengan tidak mengikuti hawa nafsu.
Adapun manusia yang lainnya adalah terkadang ia melakukan kesalahan, sebagaimana sabda Nabi saw :”Setiap bani adam pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik yang melakukkan kesalahan adalah mereka yang bertaubat” (Hadis hasan riwayat imam Ahmad).
Imam Malik berkata: “Tak seorangpun sesudah Nabi saw melainkan ucapannya diambil atau ditinggalkan (ditolsk) kecuali Nabi saw (yang ucapanya selalu diambil dan diterima).”
Golongan Yang Selamat adalah para ahli hadits
Sebagaimana sabda Rasululah saw :” Senantiasa ada segolongan dari umatku yang memperjuangkan kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka sehingga datang keputusan Allah “ (HSR Muslim).
Golongan Yang Selamat menghormati para imam mujitahid, tidak fanatik terhadap salah seorang dari mereka.
Golongan yang selamat mengambil fiqh dari Al- Qur’an dan As- Sunnah yang sahih,dan pendapat-pendapat para imam mujtahidin yang sejalan dengan hadits yang shahih.Hal ini sesuai dengan wasiat mereka,yang menganjurkan agar pengikutnya mengambil hadits shahih,dan meninggalkan setiap pendapat mereka yang bertentangan dengannya.sebagaimana perkataan Imam Syafi’i :”apabila suatu hadits itu shahih maka itulah mazhabku,walaupun kalian tidak mendengarnya dariku”.
Golongan Yang Selamat menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.mereka melarang segala jalan bid’ah dan penyimpangan - penyimpangan yang menghancurkan serta memecah belah umat, baik bid’ah dalam masalah agama maupun dalam sunnah rasul dan sahabatnya.
Golongan Yang Selamat mengajak seluruh umat Islam agar berpegang teguh kepada sunnah rasul dan para sahabatnya.
Sehingga mereka mendapatkan pertolongan dan masuk surga atas rahmat Allah dan syafaat rasulullah dengan izin Allah.
Golongan Yang Selamat mengingkari peraturan perundang - undangan yang dibuat oleh manusia apabila bertentangan dengan dengan ajaran Islam.
Mereka mengajak manusia berhukum kepada hukum yang diturunkan Allah untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, karena Allah Maha Mengetahui sesuatu yang baik bagi manusia. Dan merupakan penyebab kesengsaraan dunia, kemerosotan,dan mundurnya dunia (khususnya dunia Islam) adalah karena mereka meninggalkan hukum-hukum Allah.Dan umat Islam tidak akan jaya dan mulia kecuali kembali kepada ajaran islam yang murni baik secara pribadi,kelompok maupun secara pemerintahan.
Golongan Yang Selamat mengajak seluruh umat Islam berjihad dijalan Allah, Baik dengan lisan ,tulisan ,harta dan jiwa.
Sedangkan hukum berjihad dijalan Allah adalah:

Fardu ‘ain

Berupa perlawanan terhadap musuh-musuh yang melakukan agresi kebeberapa ngara islam wajib dihalau.Agresor-agresor yahudi misalnya,Yang meramas tanah umat islam di palestina.Umat islam yang memiliki kemampuan dan kekuatan - jika berpangku tangan - ikut berdosa,sampai orang - orang yahudi terkutuk itu enyah dari wilayah palestina.Mereka harus berupaya untuk mengembalikan Masjidil Aqsha ke pangkuan umat Islam dengan kemampuan yang ada,baik dengn harta maupun dengan jiwa.
Fardu kifayah

Jika sebagian umat Islam telah ada yang melakukannya maka sebagian yang lain kewajibannya menjadi gugur. Seperti dakwah mengembangkan misi Islam ke negara-negara lain,sehingga berlaku hukum-hukum islam disegenap penjuru dunia.

TANDA TANDA GOLONGAN YANG SELAMAT

Golongan Yang Selamat jumlahnya sangat sedikit ditengah banyaknya umat manusia,sebagaimana sabda rasulullah: “Keuntungan besar bagi orang -orang asing. Yaitu orang - orang salih di lingkungan orang banyak yang berperangai buruk,orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada orang yang mentaatinya’ (Hadis hasan riwayat Ahmad).Dan Allah memuji mereka dalam Al-Qur’an:” Dan Sedikit sekali dari hamba -hambaku yang bersyukur” (QS saba’ ;13).
Golongnan Yang Selamat banyak dimusuhi manusia, difitnah dan diilecehkan dengan gelar dan sebutan yang buruk . Sebagaimana para nabi juga dijadikan musuh oleh Allah dari kalangan jin dan manusia
Sebagaimana firman Allah:” Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap - tiap Nabi itu musuh yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan jin.Sebagianmereka membisikan kepada sebagian yang lain perkataan - perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am :112). Rasulullah saw misalnya,ketika mengajak kepada tauhid,oleh kaumnya beliau dijuluki sebagai “ tukang sihir lagi sombong . Padahal sebelumnya mereka menjuluki beliau saw dengan “ash-shadiqul amin”, yang jujur dan dapat dipercaya.
Syaikh Abdul Azis bin Baz Rahimahullah ketika ditanya tentang golongan yang selamat, mengatakan “ Mereka adalah orang -orang salaf dan setiap orangn yang mengikuti jalan para salafussalih( Rasulullah,para sahabat dan orang-orang yang mengikuti jalan petunjuk mereka).”
Maraji’:
Jalan golongan Yang Selamat
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Selasa, 14 April 2009

TAHAPAN DAKWAH-KEJAYAAN ISLAM


MARHALAH DAKWAH
ABU KHOLILAH

Melalui penelitian dan kajian terhadap masyarakat hari ini, didapati bahawa kelemahan iman dan keampuhan jiwa, tidak memahami hakikat Islam dengan sebenarnya dan serangan pemikiran adalah faktor utama yang menyebabkan kaum muslimin berada dalam suasana yang ada pada hari ini. Ia juga merupakan faktor utama yang menyebabkan musuh-musuh Allah menjadikan sebahagian kaum muslimin sebagai kuda tunggangan mereka untuk memerangi Islam.

Kebanyakan muslimin pada hari ini sibuk dengan urusan dunia dan lalai daripada beribadat kepada Allah swt dan mentaati perintahNya. Mereka seperti sekumpulan manusia yang sedang nyenyak tidur. Di sebelah mereka terdapat api yang marak menyala dan akan membakar mereka sekiranya mereka masih lagi tidur. Di kalangan manusia yang sedang nyenyak tidur, terdapat mereka yang tidak tidur dan menyedari apa yang berlaku di sekeliling., tetapi tidak mampu memadamkan api yang sedang membakar.

Ketika itu kewajipan mereka ialah segera membangunkan manusia yang nyenyak tidur supaya mereka menyedari keadaan masing-masing dan menjauhkan diri daripada api. Sebarang usaha untuk memperingatkan mereka yang tidur dari bahaya api akan menjadi sia-sia, jika dilakukan sebelum mereka terjaga dari tidur. Mereka tidak akan mendengar dan mentaati peringatan itu kerana mereka sedang nyenyak tidur. Jadi mereka mestilah dibangunkan terlebih dahulu barulah diberikan peringatan. Nah, inilah yang dinamakan dakwah dan usaha kearah menyedarkan manusia dari ketiduran dinamakan usaha dakwah yang mulia.

Di dalam pengertian ini Al Imam Asy Syahid Hassan Al Banna berkata:

“Jadilah kamu ketika (menyeru) manusia seperti pokok buah-buahan; mereka membalingnya dengan batu dan dia mengugurkan buah kepada mereka”.

1. MARHALAH PERTAMA:

Iaitulah marhalah yang awal yang mewujudkan hubungan dan perkenalan dengan mad’u (ta’aruf). Di marhalah ini, anda hendaklah benar-benar merasakan kepada dirinya bahawa anda mengambil berat tentang dirinya dan bertanya khabar apabila dia tidak ada dan lain-lain. Ketika itu anda tidak membincangkan apa-apa tajuk mengenai dakwah sehingga hatinya terbuka dan bersedia memahami apa yang anda perkatakan mengenai dakwah dan mengambil pengajaran daripadanya.

Penerimaannya terhadap dakwah yang anda kemukakan adalah berkadar dengan kejayaan anda memberikan perhatian dan memenangi hatinya di marhalah ini. Sebarang percubaan untuk berbincang mengenai apa-apa tajuk dakwah sebelum melalui marhalah ini mungkin menjadi faktor penolakannya. Marhalah ini mungkin memakan masa beberapa minggu.

2. MARHALAH KEDUA:

Marhalah kedua ialah marhalah membangunkan iman yang lesu di jiwa mad’u. Di peringkat ini, perbincangan mengenai persoalan keimanan tidak perlu dilakukan secara langsung. Adalah lebih baik jika perbincangan mengenainya mengambil pendekatan secara tidak langsung seolah-olah tanpa disengajakan, dengan cara mengambil kesempatan daripada melihat burung, tumbuhan, serangga atau mana-mana makhluk Allah. Di kesempatan tersebut, perbincangan mengenai kekuasaan Allah. Di kesempatan tersebut, perbincangan mengenai kekuasaan Allah, kehalusan dan keagungan ciptaanNya dilakukan. Sebagai contohnya, dijelaskan kepada mad’u bagaimana tumbuhan tersebut tumbuh daripada bahagian-bahagian yang berlainan seperti dahan, daun, bunga, buah, warna, bau dan rasa sedangkan ia disiram dengan air yang sama dan ditanam di tanah yang sama.

Firman Allah swt:

Begitulah perbuatan Allah swt yang membuat dengan kukuh tiap-tiap sesuatu” (An Naml : 88)

Dalam kaedah berdakwah dengan mad’u pada peringkat ini, cuba kaitkan penciptaan Allah dengan teknologi sains yang dicipta oleh ahli sains dan cerdik pandai hari ini. Mampukah manusia mencipta seekor lalat atau seekor nyamuk yang mempunyai nyawa dan habitat tersendiri? Atau adakah manusia mampu mencipta sebiji gandum yang mana apabila gandum ini disiram dan ditanam mampu menumbuhkan batang gandum? Inilah perbandingan yang nyata supaya mad’u berfikir. Allah berfirman di dalam Qur’an:
“Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langitn dan bumi seraya berkata: “Ya Tuhan kami! Tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Ali Imran 191)
Boleh juga dalam kaedah yang lain, naqib atau pendakwah menjelaskan kepada mad’u persoalan kemuliaan yang Allah berikan kepada anak cucu Nabi Adam (manusia); kemuliaan hasil daripada pemberian roh kepada mereka. Kebanyakan manusia alpa dan lupa terhadap kehidupan di aspek ini, dan mereka hanya hidup di aspek penciptaan mereka daripada tanah dan memenuhi tuntutan badan.

Mereka lupa dan alpa bahawa aqidah yang benar dan sejahtera adalah tuntutan asasi kepada roh; padanya terdapat kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Persoalan seterusnya dikaitkan dengan persoalan keimanan. Ketika persoalan ini dijiwanya, dia akan mula menilai semula kehidupannya sebelum ini (mujaraah) dia akan merasakan bahawa sekiranya dia terus berada di tahap lama; alpa, mencuaikan kewajipan, melakukan maksiat dan tidak mentaati Allah, dirinya akan terdedah kepada azab Allah di hari Akhirat; hari yang tiada tempat lari dan penyelamat. Ketika itu, dia akan mudah dipimpin dan diberi tunjuk ajar supaya berpegang teguh kepada ajaran Islam.

3. MARHALAH KETIGA

Di marhalah ini, kita hendaklah membantunya memperbaiki dirinya dengan cara mengajarnya perkara-perkara ketaatan kepada Allah dan ibadat-ibadat fardhu, membiasakan dirinya melakukannya secara berdisiplin, menjauhi maksiat dan berakhlak dengan akhlak Islam.

Kaedah dakwah dengan marhalah ini ialah hadiahkanlah mereka dengan buku-buku yang membincangkan persoalan aqidah, ibadah dan akhlak yang boleh dibaca dan difahaminya. Kemudian ajaklah mereka menghadiri majlis-majlis ilmu dan ceramah-ceramah, mengajaknya berkenalan dengan oran-orang salih dan menjauhkannya daripada oranmg-orang jahat.

Begitulah seterusnya, biah solehah (suasana yang soleh) terus dibina untuk membantu menyempurnakan keperibadian Islamnya. Kita mestilah bersabar dan ikuti perkembangan dirinya sehingga dia benar-benar teguh berada di atas jalan Islam. Ikutilah perkembangan mad’u sentiasa supaya dia sentiasa dipastikan dapat menerima perubahan. Usaha ini akan memakan masa beberapa minggu atau beberapa bulan sehingga keperibadian Islamnya benar-benar mentap tanpa mudah digoyang.

4. MARHALAH KEEMPAT

Marhalah keempat ialah menjelaskan pengertian ibadah yang syumul tanpa membataskannya kepada solat, puasa, zakat dan haji sahaja. Ia merangkumi seluruh aspek kehidupan; makan, minum, pakaian, ilmu, amal, perkahwinan, bersenam (riadhah), memelihara anak-anak dan lain-lain. Itu semua adalah ibadah kepada Allah swt apabila mencukupi dua syarat: niat kerana Allah swt dan mengikuti syariat Islam semua pekerjaan yang dilakukannya.

a. Niat
Semua yang dilakukan hendaklah hanya kerana Allah semata-mata dan tidak kepada yang lain. Tujuannya adalah untuk menjadikan kita hamba kepada Allah dan merealisasaikan tujuan Allah menjadikan kita sebagai khalifah di atas muka bumi.

Oleh itu kita makan dan minum adalah supaya kita bertenaga untuk mentaati Allah dan beribadat kepadanya.Dengan itu makan dan minum kita menjadi ibadat yang akan diberi ganjaran pahala. Kita menujntut ilmu kerana untuk menjaga kepentingan kaum muslimin maka sewajarnya menuntut ilmu itu adalah ibadat yang tidak diragukan selama mana tidak bercanggah dengan tuntutan syariat. Berkahwinnya kita kerana mahu menjaga diri dari terjebak dengan maksiat dan membina rumah tangga muslim maka rumahtangga ini pasti menjadi suatu ibadat kepada diri kita.

b. menjaga syariat (mengikut landasan yang telah ditetapkan oleh Islam). Oleh kerana itu kita tidak makan melainkan yang halal sahaja. Kita tidak berpakaian melainkan yang halal dan begitulah segala aktiviti dan pekerjaan yang dilakukan. Contoh yang lain, keluar menuntut ilmu bagi seorang perempuan menjadi ibadat selagi mana ia mengikut syariat seperti berpakaian menutup aurat, tidak bercampur gaul dengan lelaki bukan mahram, berteman dan tidak menimbulkan fitnah. Begitu juga dengan kaum lelaki, bersukan dan beriadhah menjadi ibadah dengan niat yang betul dan betul cara perlaksanaannya seperti menutrup aurat dan menjaga waktu solat. Banyak contoh lain yang boleh dijadikan pekerjaan umum menjadi ibadat dan sebaliknya pula pekerjaan yang betul boleh menjadi maksiat sekiranya tidak mengikuti tuntutan Islam yang betul.

5. MARHALAH KELIMA

Dalam marhalah ini, tingkatan yang diperlukan adalah menjelaskan kepada mad’u bahawasanya tidaklah cukup hanya menjadi Islam pada diri sendiri sahaja, dengan hanya melaksanakan ibadat-ibadat yang tertentu sahaja. Sebaliknya Islam juga adalah agama yang bermasyarakat. Islam adalah sistem hidup, pemerintahan, perundangan, daulah, jihad, dan ummah. Inilah fahaman yang betul terhadap Islam. Fahaman yang mengajar kita berbagai tanggungjawab dan kewajipan. Kita wajib melaksanakannya sebagai menyahut perintah Allah supaya masyarakat dapat dibina di atas prinsip-prinsip Islam di semua aspek kehidupan; politik, ekonomi, perundangan, kemasyarakatan dan lain-lain.

Kita juga mesti difahami bahawa di antara kewajipan kita terhadap Islam ialah berusaha dan berjuang bersunguh-sungguh supaya Islam berkuasa di muka bumi. Firman Allah Taala:

"Sehingga tidak ada lagi fitnah dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah semata-mata” (Al Baqarah : 193)

Oleh itu, kita wajib menyampaikan seruan agama ini kepada manusia seluruhnya. Seseorang muslim tidak mungkin hidup sebagai muslim dengan keIslaman yang sahih dan sempurna sekiranya dia mengasingkan diri daripada saudara-saudara muslim yang lain dan tidak mempedulikan apa yang berlaku dan dihadapi oleh mereka (saudara-saudara muslim) di berbagai ceruk rantau di muka bumi; tekanan, gangguan, fitnah dan serangan dari musuh-musuh Allah dan musuh-musuh Islam. Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa yang tidak memperdulikan urusan muslimin maka dia bukanlah dari mereka”

Disekitar pengertian ini perbincangan dilakukan sehingga melahirkan perasaan tanggungjawab umum (mas’uliyah ammah) terhadap Islam dan muslimin di dalam dirinya dan dia tidak lagi mengasingkan diri. Selepas itu dijelaskan kepadanya tuntutan marhalah dakwah Islam pada hari ini yang mewajibkan umat Islam berusaha menegakkan daulah Islam dan mengambalikan khalifah Islam yang telah diruntuhkan oleh musuh-musuh Islam.

Kita terangkan kepada mad’u betapa besarnya musibah yang dihadapi oleh dunia Islam; negara dipecah-pecahkan, umat Islam bertelagah sesama sendiri, musuh-musuh menyerang, aqidah orang-orang Islam tergugat dan digugat, masjid-masjid dirosakkan, berlakunya pencerobohan terhadap negara Islam, harta kekayaan bumi dirompak dan dirampas, dan anak-anak muslimin diracun dengan pemikiran yang liar dan akhlak yang melampaui batasan. Kesemua ini akibat dari tiadanya Daulah Islamiah. Daulah Islamiah inilah sebenarnya yang menjadi payung dan penangkis kepada serangan-serangan musuh dari pelbagai arah.

Mad’u juga perlu dijelaskan bahawa tanggungjawab menegakkan daulah Islamiah bukan hanya terletak pada bahu ulama’ dan pemimpin sahaja, bahkan ia adalah tanggungjawab setiap muslim dan muslimat yang hidup di marhalah dakwah ini. Mad’u juga perlu disedarkan tentang bahayanya umat Islam sekarang tanpa panduan dan pimpinan serta berdosanya umat Islam tanpa menegakkan Daulah Islamiah.

Kesimpulannya marhalah ini adalah permulaan kepada menanamkan benih fikrah perjuangan Islah; iaitulah usaha untuk menegakkan Daulah Islamiah yang akan mendorongnya (mad’u) memanjat tangga marhalah dakwah yang setrusnya yang seterusnya menuntut pengorbanan dan perjuangan.

6. MARHALAH KEENAM

Di marhalah ini penjelasan perlu diberikan kepada mad’u bahwasanya tidak mungkin kewajipan menegakkan daulah Islamiah ini secara fardi (sendiri); setiap muslim tidak akan mungkin dapat mengambalikan Daulah Islamiah dengan secara bersendirian. Ia perlu dijana dan dilakukan secara berkumpulan (berjemaah) organisasi. Usaha menegakkan Islam secara berjemaah menjadi wajib kerana dengan adanya berjemaah dapatlah usaha dibangunkan untuk menegakkan Daulah Islamiah. Maka berjemaah itu hukumnya adalah wajib.

Kaedah fikah menyebut:-

“Apabila sesuatu kewajipan tidak dapat disempurnakan kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib”

Tidak dapat dibayangkan, bagaimana sempurna Islam seseorang itu sedangkan dia hidup seorang diri tanpa melibatkan diri dengan jamaah yang bertujuan melaksanakan prinsip-prinsip Islam dan kewajipannya; prinsip dan kewajipannya yang terpenting pada masa kini ialah usaha yang berteusan dan bersungguh-sungguh untuk menegakkan Daulah Islamiah.

Ini adalah perkara pokok (asasi). Kebanyakan muslimin tidak merasakan keperluan yang darudi dalam mewujudkan jemaah, ataupun menggabungkan diri ke dalamnya. Mereka bersikap demikian kerana tidak mahu memikul tanggungjawab, ataupun lebih mengutamakan keselesaan hidup dan menjauhkan diri daripada perkara yang tidak disukai dan mungkin terpaksa dihadapi apabila dia menggabungkan diri ke dalam jemaah. Berdasarkan penjelasan betapa besarnya tanggungjawab terhadap Islam yang terpaksa dipikul dan perlaksanaan tanggungjawab ini tidak dapat disempurnakan kecuali melalui jemaah, maka mad’u akan meyakini darurinya berjemaah sekalipun terpaksa membayar denga harga yang mahal.

Dalam marhalah ini jugalah menanamkan perasaan iltizam dan istiqomah untuk terus berjuang di dalam Jemaah Islam yang mahu menegakkan Dualah Islamiah. Akhirnya mad’u akan merasa cinta dan senang dengan hidup berjemaah dan merasa bimbang takut-takut akan tergelincir dari perjuangan Islam.

7. MARHALAH KETUJUH

Di marhalah ini, akan menjawab dan meraup segala persoalan yang bermain di minda mad’u: Jemaah manakah yang perlu diikuti? Marhalah ini adalah yang terpenting tetapi ia agak sensitif. Ia memerlukan kebijaksanaan, penerangan yang jitu dan memuaskan. Ini kerana, di medan terdapat pelbagai bilang jamaah yang bergerak dan semuanya mengajak para pemuda menganggotainya. Semuanya membawa bendera Islam, mempunyai lambang-lambang dan cara-cara tersendiri untuk menarik para pemuda.

Perkara yang mesti difahami oleh setiap pemuda muslim ialah persoalan amal Islami adalah persoalan asasi dan penentu masa depan.dia mestilah teliti dalam memilih jalan perjuangan mana yang patut dilalui dan diyakini selamat. Dia tidak sepatutnya terikut-ikut atau tergesa-gesa dalam memilih jemaah yang perlu dianggotainya untuk merealisasikan prinsip-prinsip Islam. Ini kerana, dia hanya memiliki satu umur dan satu nyawa. Oleh itu, janganlah dipersiakan begitu sahaja. Sebaliknya, dia hendaklah mengkaji, berbincang, dan memperuntukkan masa dan tenaga yang mencukupi untuk mencari kepastian. Sesungguhnya ketenangan jiwa (melakukan sesuatu dengan yakin akan kebenarannya) adalah lebih baik daripada memilih jalan perjuangan yang salah dan bertindak tanpa kepastian.

Perlu diketahui oleh mad’u bahawa dalam usaha merealisasikan Daulah Islamiah, perkara pokok yang diterapkan oleh Rasulullah saw adalah pemantapan aqidah berdasarkan tuntutan al-Qur’an. Melalui madrasah inilah yang melahirkan Rijalul aqidah (pendokong-pendokong aqidah); aqidah yang mengawal diri mereka, menguasai jiwa dan perasaan mereka. Atas nama aqidah mereka sanggup mengorbankan masa, tenaga, harta dan nyawa, kesihatan, dan pemikiran mereka. Mereka juga sanggup bertahan dan berkorban, diseksa dan dicerca, dipeangi dan dibunuh. Oleh sebab aqidah mereka yang begitu mantap dan kukuh, segala ujian dapat dihadapi dengan baik dan sabar. Maka usaha seterusnya dilakukan oleh Nabi saw adalah memepertautkan persaudaraan antara sesama mereka. Nabi saw mengambil sumpah dan baiah dalam perjuangan untuk mempertahankan Islam. Ketika itulah Allah mengurniakan kemenangan yang gemilang kerana syarat itu telah dipenuhi.

Dengan ini, Rasulullah saw telah berjaya mewujudkan kekuatan aqidah, kemudian kekuatan kesatuan, dan akhirnya kekuatan tangan dan persenjataan. Ini kerana, apabila terbentuknya kumpulan mukmin yang mantap dan bersatu, maka musuh-musuh Islam mampu dihadapi dengan jayanya.

Namun sebelum terbentuknya kumpulan mukmin yang mantap dan bersatu iaitu ketika bilangan kaum muslimin yang sedikit, Rasulullah saw berpesan supaya mereka bersabar menempuh dugaan dan tetap bersama kebenaran yang mereka imani, serta berterusan menyampaikan dakwah Islam kepada orang lain. Baginda tidak meminta mereka menghadapi kebatilan dengan menggunakan kekuatan.

Oleh itu jamaah yang melalui jalan yang sama (dilalui oleh Rasulullah saw) semestinya menjadi pilihan untuk dianggotai dan didukungi. Mana-mana jemaah yang tidak memberikan perhatian kepada persoalan tarbiah dan persediaan, mengatasi keutamaan kepada persoalan kesatuan dan hubungan, dan juga mengatasi keutamaan kepada persoalan penggunaan kekuatan, maka ia adalah jemaah yang memperjudikan nasib dan masa depannya, dan membahayakan amal Islami. Oleh itu, usaha untuk memegang tampuk kekusaaan menggunakan kekuatan dengan mengabaikan tarbiyah dan kesatuan, ataupun parti-parti politik yang mengabaikan tarbiyah adalah uaha yang merbahaya. Malah mamapu melumpuhkan amal Islami sebelum ia lahir dan berkembang subur secara tab’ie untuk membentuk kumpulan yang mantap (Qaedah Sulbah). Sesungguhnya pembinaan dimulakan dari asas (tapak), bukannya dari puncak (atas).

Mad’u juga mesti dijelaskan bahawa Jemaah yang hendak dianggotai dan didukungi mestilah jemaah yang mengambil Islam secara syumul dan menyeluruh; aqidah, ibadat, akhlak, perundangan, pemerintahan, jihad dan seluruh aspek kehidupan. Ia tidak boleh mementingkan beberapa aspek dan meninggal aspek yang lain dengan alasan keselamatan atau apa-apa sebab yang lain.

Mad’u juga mesti dijelaskan bahawa Jemaah yang perlu dianggotai itu mestilah yang memiliki kemampuan di peringkat antarabangsa. Ini kerana mereka mempunyai faktor-faktor pembinaan kumpulan yang mantap (qaedah Sulbah) untuk Daulah Islamiah Alamiah (Negara islam Sejagat), bukan hanya sekadar pemerintahan setempat di mana-mana negara.

Jemaah yang berpengalaman dan terbukti mampu menghadapi tribulasi adalah jemaah yang paling layak untuk diyakini kemampuannya mencapai matlamat, mendatangkan hasil dengan segera dan pandai menggunakan masa dan tenaga sebaik mungkin. Kefahaman dan tindak tanduknya pula jauh daripada kecuaian dan keterlaluan, jauh daripada penyelewengan dan menjuzuk-juzukkan (ambil daripada bahagian dan tinggalkan beberapa bahagian), selari dengan petunjuk Rasulullah saw dan salafussalih.

Jemaah tersebut juga mestilah jemaah yang tersusun rapi dan bersatupadu serta berjalan mengikut perancangan yang rapi. Ia bukanlah Jemaah yang kucar kacir (perjalanannya tidak menguikut peraturan) atau bergerak secara bidan terjun tanpa perancangan dan penyusunan.

Mad’u juga mestilah dijelaskan bahawa perpecahan dan pengagihan tenaga kepada kumpulan-kumpulan kecil adalah satu kesalahan dan merbahaya. Pada dasarnya, sesiapa yang ingin menyumbang untuk Islam hendaklah bergabung dengan Jemaah yang mempunyai ciri-ciri yang telah disebutkan di atas. Dia tidak boleh mengangkat bendera baru ataupun membantu Jemaah baru yang setahun jagung pengalamannya. Ini dilakukan supaya dia tidak membantu usaha-usaha memecah-memecahkan tenaga dan usaha. Dia juga tidak boleh memisahkan diri daripada Jemaah Besar yang berpengalaman kecuali apabila dia mendapati jemaah tersebut pada keseluruhannya terdapat kefasikan atau kesesatan.

Secara ringkas, mad’u perlu dijelaskan tentang beberapa ciri jemaah yang perlu diikuti:-

Jemaah yang mengutamakan persoalan aqidah (tarbiyah) dan juga kesatuan Ukhwah melebihi persoalan tenaga dan kekuatan.

Jemaah yang mengutamakan persoalan Islam secara syumul mesrangkumi aqidah, ibadah, akhlak, perundangan, pemerintahan, jihad, politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lain

Jemaah yang terbukti memiliki kemampuan di peringkat antarabangsa melalui pengalaman-pengalamannya yang tersendiri

Jemaah yang telah mempunyai pengalaman-pengalaman lampau dalam aspek mehnah dan tribulasi.

Jemaah Besar yang ramai keanggotaannya – lebih besar lebih kekuatan serta lebih lama penubuhannya asalkan mengikut syarat 1 dan 2 di atas.

Jemaah yang tersusun rapi dan bersatupadu serta berjalan mengikut perancangan yang rapi dan bukan jemaah yang kucar kacir (tidak mengikut peraturan)

Jemaah yang tidak menggalakkan perpecahan dan pengagihan tenaga kepada kumpulan yang lebih kecil kerana ia boleh menyebabkan perpecahan dan berbilang-bilang jemaah.

Tips untuk keberkesanan Dakwah Fardiyah

1. Hendaklah bersungguh-sungguh, memberikan perhatian, mengikuti perkembangan dan membuat penilaian setelah dakwah Fardiyah dilakukan dalam tempoh tertentu.

2. Pelaksana hendaklah mengetahui uslub, kaedah dan pengertian tentang kesemua kaedah atau marhalah ini.

3. Hendaklah dilaksanakan marhalah-marhalah ini dengan secara tertib dan tidak melanggar adab dan batasan.

4. perbincangan dengan pelaksanaan dakwah fardiyah mengenai ketujuh-tujuh marhalah dan perkara yang berkaitan dengannya seperti dalil atau faktor-faktor yang membantu mad’u menerimanya amat baik dilakukan. Ini adalah untuk memudahkan tugas daie ketika berhadapan dengan mad’u.

5. selain daripada menjelaskan kesucian jalan dakwah dan semua tuntutan, usaha perlu dilakukan untuk menghilangkan keraguan dan kesamaran terhadap amal Islami., tuntutan-tunttutannya dan aktivis-aktivisnya juga mesti dilakukan.

6. Berikan contoh kejayaan dan kebaikan bagi mereka yang menyahut seruan dakwah ini dan bahaya serta dosa bagi mereka yang menolaknya.

7. Para dai mestilah sentiasa tolong menolong dan nasihat menasihati sesama mereka dalam menghadapi cabaran dan rintangan.

8. Hadiahkan mad’u dengan buku-buku dan risalah-risalah yang dapat menggalakkan mereka dengan Islam.

9. keberkatan, taufiq dan penghasilan adalah berkadar dengan keikhlasan, kesungguhan, berlapang dada dan kesabaran.

10. dakwah fardiyah dapat mewujudkan hubungan dan ikatan dengan mad’u. Ini berbeza dengan dakwah am seperti majlis ceramah dan majlis ilmu.

11. dakwah fardiyah adalah dakwah yang praktikal; berdasarkan kepada pengalaman dan pemerhatian.

12. Dakwah fardiyah mendorong para daie menjadi contoh teladan yang baik kepada manusia.

RUJUKAN
1. Dakwah Fardiah. Mustafa Masyhur. Pustaka Salam: Kuala Lumpur, 2001
2. Silibus Usrah umum Peringkat 1. Khairul Rijal bin Arshad. 2001
3. Manhaj Daurah Tadribiyah. Dewan Ulamak PAS Pusat. 2003


KEDUDUKAN HADITS TUJUH PULUH DUA GOLONGAN UMAT ISLAM


TAQDIM
Akhir-akhir ini, kita sering mendengar ada beberapa khatib dan penulis yang membawakan hadits tentang tujuh puluh dua golongan umat Islam masuk neraka dan satu golongan umat Islam masuk surga adalah hadits lemah, dan yang benar kata mereka adalah tujuh puluh dua golongan masuk surga dan satu golongan saja yang masuk neraka, yaitu golongan zindiq. Mereka melemahkan hadist tersebut karena tiga hal : Karena sanad-sanadnya ada kelemahan. Karena jumlah bilangan golongan yang celaka itu berbeda-beda, misalnya : satu hadits mengatakan 72 golongan masuk neraka, di hadits lain disebutkan 71 golongan dan di lain hadits disebutkan 70 golongan lebih tanpa menentukan batasnya. Karena makna (isi) hadits tersebut tidak cocok dengan akal, semestinya kata mereka ; umat Islam ini menempati surga atau minimal menjadi separoh penghuni ahli surga. Dalam tulisan ini Insya Allah saya akan menjelaskan kedudukan sebenarnya hadits ini serta penjelasan dari para Ulama Ahli Hadits, sehingga dengan demikian akan hilang kemusykilan yang ada, baik dari segi sanadnya maupun dari segi maknanya.

JUMLAH HADITS TENTANG TERPECAHNYA UMAT
Kalau kita kumpulkan hadits-hadits tentang terpecahnya umat menjadi 73 golongan dan satu golongan yang masuk surga, lebih kurang ada lima belas hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh ahli hadits dari 14 (empat belas) shahabat Rasulullah SAW, yaitu ; Abu Hurairah, Mu'awiyah, Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash, Auf bin Malik, Abu Umamah, Ibnu Mas'ud, Jabir bin Abdillah, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abu Darda', Watsilah bin Al-Asqa', Amr bin 'Auf Al-Muzani, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy'ariy, dan Anas bin Malik.
Sebagian dari hadit-hadits tersebut ialah: Artinya: "Dari Abu Hurairah ia berkata: "Telah bersabda Rasulullah SAW. Kaum Yahudi telah terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan atau 72 (tujuh puluh dua) golongan dan Kaum Nashrani telah terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan atau 72 (tujuh puluh dua) golongan dan ummatku akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan".
Keterangan: Hadits ini diriwayatkan oleh: Abu Dawud: Kitabus Sunnah, 1 bab Syarhus Sunnah 4 : 197-198 nomor hadits 4596. Dan hadits di atas adalah lafadz Abu Dawud. Tirmidzi: Kitabul Iman, 18 bab Maa ja'a fi 'Iftiraaqi Hadzihil Ummah, nomor 2778 dan ia berkata: Hadits ini HASAN SHAHIH. (lihat Tuhfatul-Ahwadzi VII : 397-398). Ibnu Majah : 36 Kitabul Fitan, 17 bab Iftiraaqil Umam, nomor 3991. Imam Ahmad dalam Musnadnya 2 : 332 tanpa menyebutkan kata Nashara. Hakim dalam kitabnya : Al-Mustadrak : Kitabul Iman 1 : 6 dan ia berkata: Hadits ini banyak sanadnya dan berbicara masalah pokok-pokok agama. Ibnu hibban dalam kitab Mawaariduzh-Zhan'aam: 31 Kitabul Fitan, 4 bab Iftiraaqil Umam, halaman 454 nomor 1834. Abu Ya'la Al-Mushiliy dalam kitabnya Al-Musnad : Musnad Abu Hurairah. Ibnu Abi 'Ashim dalam kitab "As-Sunnah", bab 19-bab Fima Akhbara Bihin Nabi Anna Ummatahu Sataf Tariqu juz I hal. 33 nomor 66. Ibnu Baththah Fil Ibanatil Kubra : bab Dzikri Iftiraaqil Umma Fiidiiniha, Wa'alakam Tartaraqul Ummah ?. juz I hal. 228 nomor 252. .Al-Aajurriy dalam kitabnya "Asy-Syari'ah" bab Dzikri Iftiraaqil Umam halaman 15. Semua ahli hadits tersebut di atas meriwayatkan dari jalan Muhammad bin 'Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurarirah dari Nabi SAW.

RAWI HADITS
Muhammad bin 'Amr bin Alqamah bin Waqqash Al-Alilitsiy. Imam Abu Hatim berkata: Ia baik haditsnya, ditulis haditsnya dan dia adalah seorang Syaikh (guru). Imam Nasa'i berkata: Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai), dan pernah ia berkata bahwa Muhammad bin 'Amr adalah orang yang tsiqah. Imam Dzahabi berkata: Ia seorang Syaikh yang terkenal dan haditsnya hasan. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: Ia orang yang benar, hanya ada beberapa kesalahan. (Lihat : Al-Jarhu wat Ta'dil 8 : 30-31, Mizanul I'tidal III : 367, Tahdzibut Tahdzib IX : 333-334, Taqribut Tahdzib II : 196). Abu Salamah itu Abdur-Rahman bin Auf. Beliau adalah rawi Tsiqah, Abu Zur'ah berkata: Ia seorang rawi Tsiqah. (Lihat : Tahdzibut Tahdzib XII : 127. Taqribut Tahdzib II : 430).

DERAJAT HADITS
Hadits ini derajatnya: HASAN, karena ada Muhammad bin 'Amr, tetapi hadits ini menjadi SHAHIH karena banyak SYAWAHIDNYA. Tirmidzi berkata: Hadits ini HASAN SHAHIH. Hakim berkata: Hadits ini SHAHIH menurut syarat Muslim dan keduanya (yaitu : Bukhari, Muslim) tidak mengeluarkannya, dan Imam Dzahabi menyetujuinya. (Mustadrak Hakim : Kitabul 'Ilmi juz I hal. 128). Ibnu Hibban dan Asy-Syathibi dalam Al-'Itisham 2 : 189 menshahihkan hadits ini. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menshahihkan hadits ini dalam kitab Silsilah Hadits Shahih No. 203 dan Shahih Tirmidzi No. 2128. Artinya: "Dari Abu Amir Abdullah bin Luhai, dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu'awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata: Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda: Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kami dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan. Adapun yang tujuh puluh dua akan masuk neraka dan satu golongan akan masuk surga, yaitu "Al-Jama'ah".
Keterangan: Hadits ini diriwayatkan oleh: Abu Dawud: Kitabus Sunnah, bab Syarhus Sunnah 4 : 198 nomor 4597. Dan hadits di atas adalah lafadz Abu Dawud. Darimi 2 : 241 bab Fii Iftiraaqi Hadzihil Ummah. Imam Ahmad dalam Musnadnya 4 : 102 Hakim dalam kitab Al-Mustadrak 1: 128. Al-Aajurriy dalam kitab "Asy-Syari'ah" hal : 18 Ibnu Abi'Ashim dalam kitab As-Sunnah 1 : 7 nomor 1 dan 2. Ibnu Baththah Fil Ibanati Kubra 1 : 221, 223 nomor 245 dan 247. Al-Laalikai dalam kitab 'Syarhu Ushuulil i'tiqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah 1 : 101-102 nomor 150 tahqiq Dr Ahmad Sa'ad Hamdan. Ashbahaani dalam kitab "Al-Hujjah Fi Bayaanil Mahajjah" fasal Fidzikril Ahwa' al Madzmumah al Qismul Awwal hal 177 nomor 107. Semua Ahli Hadits tersebut di atas meriwayatkan dari jalan: Shafwah bin 'Amr, ia berkata: Telah memberitakan kepadaku Azhar bin Abdullah Al-Hauzani dari Abu 'Amr Abdullah bin Luhai dari Mu'awiyah.

RAWI HADITS
Shafwah bin 'Amir bin Haram as-Saksakiy: Ia dikatakan Tsiqah oleh Al-'Ijliy, Abu Hatim, Nasa'i, Ibnu Sa'ad, ibnul Mubarak dan lain-lain. Dzahabi berkata: Mereka para ahli hadits mengatakan ia orang Tsiqah. Ibnu Hajar berkata: Ia orang Tsiqah. (Lihat: Tahdzibut Tahdzib IV : 376. Al-Jarhu wat Ta'dil IV : 422. Taribut Tahdzib I : 368, Al-Kasyif II : 27). Azhar bin Abdullah Al-Haraazi. Ia dikatakan Tsiqah oleh Al-I'jiliy dan Ibnu Hibban. Imam Dzahabi berkata: Ia seorang tabi'in dan haditsnya hasan. Ibnu Hajar berkata: Ia Shaduq (orang yang benar) dan ia dibicarakan tentang nashb. (Lihat: Mizanul I'tidal I:173. Taqribut Tahdzib I:52. Ats-Tsiqat oleh Al-'Ijily hal.59 dan ASt-Tsiqat oleh Ibnu hibban IV : 38). Abu 'Amir Al-Hauzani ialah Abu Amir Abdullah bin Luhai. Abu Zur'ah dan Daraquthni berkata: ia tidak apa-apa yakni boleh dipakai. Al'Ijily dan Ibnu Hibban mengatakan dia orang Tsiqah. Dzahabi dan Ibnu Hajar berkata: Ia orang Tsiqah. (Lihat : Al-Jarhu wa Ta'dil V : 145. Tahdzibut Tahdzib V : 327. Taqribut-Tahdzib 1 : 444 dan Al-kasyif II : 109).

DERAJAT HADITS
Derajat hadits ini:HASAN, karena ada rawi Azhar bin Abdullah, tetapi hadits ini menjadi SHAHIH dengan SYAWAHIDNYA. Hakim berkata: Sanad-sanad hadits (yang banyak) ini harus dijadikan hujjah untuk menshahihkan hadits ini. Dan Imam Dzahabi menyetujuinya. (lihat : Al-Mustadrak I : 128). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Hadits ini Shahih Masyhur (lihat : Silsilah Hadits Shahih I : 359 oleh Syaikh Al-Albani). Artinya: "Dari Auf bin Malik ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: Sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, satu golongan masuk surga, dan tujuh puluh dua golongan masuk neraka". Beliau ditanya: "Ya Rasulullah, Siapakah satu golongan itu ?". Beliau menjawab ; "Al-Jama'ah". Keterangan. Hadits ini diriwayatkan oleh : Ibnu Majjah : Kitabul Fitan, bab Iftiraaqil Umam II:1322 nomor 3992. Ibnu Abi 'Ashim 1:32 nomor 63 Al-Laaikaaiy Syarah Ushul I'tiqaad Ahlis Sunnah Wal Jama'ah 1:101. Semuanya meriwayatkan dari jalan 'Amr bin 'Utsman, telah menceritakan kepada kami 'Abbad bin Yusuf, telah menceritakan kepadaku Sahfwan bin 'Amr dari Rasyid bin Sa'ad dari 'Auf bin Malik.

RAWI HADITS
'Amr bin 'Utsman bin Sa'id bin Katsir Dinar Al-Himshi. Nasa'i dan Ibnu Hibban mengatakan: Ia orang Tsiqah (lihat : Tahdzibut Tahdzib VIII:66-67). 'Abbad bin Yusuf Al-Kindi Al-Himshi. Ibnu 'Adiy berkata: Ia meriwayatkan dari Shafwan dan lainnya hadits-hadits yang ia menyendiri dalam meriwayatkannya. Ibnu Hajar berkata: Ia maqbul (yakni bisa diterima haditsnya bila ada mutabi'nya). (Lihat Mizanul I'tidal II:380. tahdzibut Tahdzib V:96-97. Taqribut Tahdzib I:395). Shafwan bin 'Amr : Tsiqah (Taqribut Tahdzib I:368). Rasyid bin Sa'ad: Tsiqah (Tahdzib III:225. Taqribut tahdzib I:240).

DERAJAT HADITS
Derajat hadits ini: HASAN karena ada 'Abbad bin Yusuf, tetapi harus mejadi SHAHIH dengan beberapa SYAWAHIDNYA. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits ini SHAHIH dalam Shahih Ibnu Majah II:36 nomor 3226 cetakan Maktabul Tarbiyah Al'Arabiy Liduwalil Khalij cet: III tahun 1408H. Hadits tentang terpecahnya umat menjadi 73 golongan diriwayatkan juga oleh Anas bin Malik dengan mempunyai 8 (delapan) jalan (sanad) di antaranya dari jalan Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Majah No. 3993. Imam Bushiriy berkata: Isnadnya Shahih dan rawi-rawinya tsiqah. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah No. 3227. (Lihat : 7 sanad yang lain dalam Silsilah Hadits Shahih 1:360-361. Imam Tirmidzi meriwayatkan dalam kitabul Iman, bab Maaja' Fiftiraaqi Hadzihi Ummah No. 2779 dari shahabat Abdullah bin 'Amr bin Al-Ash dan Imam Al-Lalikaiy juga meriwayatkan dalam kitabnya Syarah Ushulil I'tiqad Ahlis Sunnah wal Jama'ah I:99 No. 147 dari shahabat dan dari jalan yang sama, dengan ada tambahan pertanyaan, yaitu Siapakah golongan yang selamat itu ?. Beliau SAW menjawab: "MAA ANAA 'ALAIYHI WA-ASH-HAABII" "Ialah golongan yang mengikuti jejak-Ku dan jejak para shahabat-Ku".

RAWI HADITS
Dalam sanad hadits ini ada rawi yang lemah yaitu: Abdur Rahman bin Ziyad bin An'um Al-ifriqy. Ia dilemahkan oleh Yahya bin Ma'in, Imam Ahmad, Nasa'i dan selain mereka. Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata : Ia lemah hapalannya.(Tahdzib VI:157-160. Taqribut Tahdzib I:480).

DERAJAT HADITS
Imam Tirmidzi mengatakan hadist ini HASAN, karena banyak syawahidnya. Bukan beliau menguatkan rawi ini, karena dalam bab Adzan beliau melemahkan rawi ini. (Lihat : Silsilah Al-Hadits Shahihah No. 1348 dan Shahih Tirmidzi No. 2129).

KESIMPULAN
Kedudukan hadits-hadits di atas setelah diadakan penelitian oleh para Ahli Hadits, maka mereka berkesimpulan bahwa hadits-hadits tentang terpecahnya umat ini menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, 72 (tujuh puluh dua) golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga adalah HADITS SHAHIH yang memang datangnya dari Rasulullah SAW, dan tidak boleh seorangpun meragukan tentang keshahihan hadits-hadits tersebut, kecuali kalau dia dapat membuktikan secara ilmu hadits tentang kelemahan hadits-hadits tersebut.

SEBAGIAN YANG MELEMAHKAN
Ada sebagian orang yang melemahkan hadits-hadits tersebut, karena melihat jumlah yang berbeda-beda, yakni; di suatu hadits tersebut 70, di hadits lain disebut 71, di hadits lain lagi disebutkan 72 terpecahnya dan satu masuk surga. Oleh karena itu saya akan terangkan tahqiqnya, berapa jumlah firqah yang binasa itu ? Di hadits 'Auf bin Malik dari jalan Nu'aim bin Hammad, yang diriwayatkan oleh Bazzar I:98 No. 172 dan Hakim IV:130 disebut 70 lebih dengan tidak menentukan jumlahnya yang pasti. Tetapi sanad hadits ini LEMAH karena ada Nu'aim bin Hammad. Ibnu Hajar berkata : Ia banyak salahnya. Nasa'i berkata:Ia orang yang lemah. (Lihat : Mizanul I'tidal IV:267-270. Taqribut Tahdzib II:305 dan Silsilah Hadits Dha'ifah dan Maudhu'ah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani). Di hadits Sa'ad bin Abi Waqqash dari jalan Musa bin "Ubaidah ar-Rabazi yang diriwayatkan oleh Al-Ajurriy Fisy-"Syari'ah", Bazzar fi "Kasyfil Atsar" No.284 dan Ibnu Baththah Fil "Ibanatil Kubra" No. 42,245,246, disebut 71 golongan sebagaimana Bani Israil. Tetapi sanad hadits ini LEMAH karena Musa bin 'Ubaidah adalah rawi LEMAH. (lihat : Taqribut-Tahdzib II : 286). Di hadits 'Amr bin Auf dari jalan Katsir bin Abdillah, dan dari Anas dari jalan Al-Walid bin Muslim yang diriwayatkan oleh Hakim I:129 dan Imam Ahmad, disebut 72 golongan. Tetapi sanad ada dua rawi di atas (Taqribut Tahdzib II:132, Mizanul I'tidal IV:347-348 dan Taqribut Tahdzib II:336). Di hadits Abu Hurairah, Mu'awiyah 'Auf bin Malik, Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, Ali bin Abi Thalib dan sebagian dari jalan Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh para Imam ahli hadits disebut 73 golongan, yaitu ; 72 golongan masuk neraka dan 1 (satu) golongan masuk surga, dan derajat hadits-hadits ini adalah shahih sebagaimana sudah dijelaskan di atas.
TARJIH
Hadits-hadist yang menerangkan tentang terpecahnya ummat menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan adalah lebih banyak sanadnya dan lebih kuat dibanding hadits-hadits yang menyebut 70, 71 atau 72.

MAKNA HADITS
Sebagian orang menolak hadits-hadits yang shahih karena mereka lebih mendahulukan akal ketimbang wahyu, padahal yang benar adalah wahyu yang berupa nash Al-Qur'an dan Sunnah yang shahih lebih tinggi dan lebih utama dibanding dengan akal manusia, karena manusia ini adalah lemah, jahil (bodoh), zhalim, sedikit ilmunya, sering berkeluh kesah, sedangkan wahyu tidak ada kebathilan di dalamnya (41:42). Adapun soal makna hadits masih musykil (sulit dipahami) maka janganlah cepat-cepat kita menolak hadits-hadits shahih, karena betapa banyaknya hadits-hadits shahih yang belum kita pahami makna dan maksudnya .!! Yang harus digarisbawahi adalah bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih tahu daripada kita. Rasulullah SAW menerangkan bahwa umatnya akan mengalami perpecahan dan perselisihan dan akan menjadi 73 (tujuh puluh tiga) firqah,semuanya ini telah terbukti. Yang terpenting bagi kita sekarang ini ialah berusaha mengetahui tentang kelompok-kelompok yang binasa dan golongan yang selamat serta ciri-ciri mereka berdasarkan Al-Qur'an, As-Sunnah As-Shahihah dan penjelasan para shahabat dan para Ulama Salaf, agar kita menjadi golongan yang selamat dan menjauhkan diri dari kelompok-kelompok sesat yang kian hari kian berkembang. Wallahu 'alam.

Senin, 13 April 2009

GHAZWUL FIKRI


(ABU KHOLILAH)

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk ALLAH itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka ALLAH tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 120)

MUSUH ABAD

Ayat di atas seharusnya menjadikan kita sadar bahwa orang-orang beriman dan istiqomah di atas agama yang lurus ini, yaitu Islam akan selalu dibenci dan dimusuhi oleh orang-orang di luar Islam. Bahkan betapa mereka ingin menjadikan kita mengikuti milah mereka, menjadi kafir setelah beriman. Dan permusuhan mereka ini akan terus berlangsung hingga akhir zaman, mereka tak akan pernah berhenti untuk menghancurkan Islam dan umatnya yang berpegang teguh pada agamanya.

Sejak Perang Salib berlangsung mulai tahun 1095 M ada sebagian tokoh Kristen yang menilai Perang Salib merupakan cara yang tidak tepat untuk menaklukan kaum Muslim. Salah satu tokoh terkenalnya adalah Peter The Venerable atau Petrus Venerabilis (1094-1156 M). Peter adalah tokoh Misionaris pertama di dunia Islam, yang merancang bagaimana menaklukan Islam dengan pemikiran, bukan dengan senjata. Menghancurkan Islam melalui pemikiran inilah yang disebut dengan Ghazwul Fikri.

Menurut Peter Venerabilis-pada waktu itu ia adalah seorang kepala Biara Cluny, Perancis-sebuah biara yang sangat berpengaruh di Eropa abad pertengahan-kajian Islam perlu dilakukan oleh kaum Kristen, agar mereka dapat ”Membaptis Pemikiran Kaum Muslimin”. Jadi, kaum Muslimin bukan saja perlu dikalahkan dengan ekspedisi militer, melainkan juga harus dikalahkan dalam pemikiran mereka.

STRATEGI SALIBIS

Di tengah berkecamuknya Perang Salib, Peter membuat resep untuk menaklukan orang Islam: ”Muslims should not be approached as people often do, by arms, but by words, not by force, but by reason, not by hatred, but by love.” (kaum Muslim jangan didekati dengan senjata, tetapi dengan kata-kata, bukan dengan kekuatan tetapi dengan logika, bukan dengan kebencian tetapi dengan kasih).


Tetapi, dalam bukunya yang berjudul: Muhammad: a Biography of the Prophet, Karen Armstrong mencatat, bahwa ketika King Louis VII memimpin Pasukan Salib tahun 1147 M, Peter menulis surat kepadanya dan meminta membunuh sebanyak mungkin kaum Muslim.

Petrus Venerabilis mengajak orang Islam ke ’Jalan Keselamatan’
Kristen dengan cara mengalahkan pemikiran Islam. Ia berangkat dari kepercayaan Kristen bahwa di luar gereja tidak ada keselamatan (extra ecclesiam nulla sallus). Islam, menurutnya adalah sekte kafir terkutuk sekaligus berbahaya (execrable and noxious heresy), doktrin berbahaya (pestelintial doctrine), ingkar (impious) dan sekte terlaknat (a damnable sect), Muhammad SAW adalah orang jahat (an evilman).

Selain menugaskan para sarjana Kristen menerjemahkan naskah-naskah bahasa Arab ke dalam bahasa Latin, Peter juga menulis buku yang menyerang pemikiran Islam. Tentang Al-Qur’an, Peter menyatakan bahwa Al-Qur’an tidak terlepas dari para setan. Setan telah mempersiapkan Muhammad SAW, orang yang paling nista, menjadi anti-Kristus. Setan telah mengirim informan kepada Muhammad SAW, yang memiliki kitab setan (Diabolical scripture).

Strategi Peter Venerabilis ini menjadi rujukan kaum misionaris Kristen terhadap kaum Muslim, seperti Henry martin dan Raymond Lull, misalnya, menyatakan: ”Saya banyak melihat ksatria pergi ke Tanah Suci, dan berpikir mereka dapat menguasainya dengan kekuatan senjata, tetapi pada akhirnya semua hancur sebelum mereka mencapai apa yang mereka peroleh.” Lull mengeluarkan resep: ”Islam tidak dapat dikalahkan dengan darah dan air mata, tetapi dengan cinta kasih dan doa.”

Ungkapan Lull itu ditulis oleh Samuel M Zwemmer, misionaris Kristen terkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A Challenge to Faith (edisi pertama tahun 1907). Buku yang berisi resep untuk ”menaklukan” dunia Islam itu disebut Zwemmer sebagai ”Beberapa kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad dari sudut pandang missi Kristen.”

Strategi penaklukan Islam melalui pemikiran ini kemudian dikembangkan oleh orientalis Barat. Sebagian dari mereka memang membawa semangat lama kaum misonaris, sebagian lagi melakukannya untuk kepentingan penjajahan (kolonialisme) dan sebagian lagi bermotifkan semata-mata untuk kajian ilmiah.

Program merusak pemikiran Islam itu kini masih diteruskan negara-negara Barat. Simaklah program keislaman Kedubes AS di Jakarta dalam menyebarkan paham syirik ”Pluralisme Agama” yang telah diharamkan MUI: ”Kedutaan mengirimkan sejumlah pemimpin dari 80 pesantren ke Amerika Serikat untuk mengikuti suatu program tiga minggu tentang pluralisme agama, pendidikan kewarganegaraan dan pembangunan pendidikan.” (sumber: www. usembassyjakarta.org)

Kini, setelah beratus-ratus tahun, kaum Orientalis Barat telah berhasil meraih sukses besar dalam bidang studi Islam. Bukan saja mereka berhasil mendirikan pusat- pusat studi Islam di Barat dan menerbitkan buku tentang Islam, tetapi mereka juga berhasil menghimpun literatur-literatur Islam dalam jumlah yang sangat besar

Lebih dari itu, kini mereka telah berhasil mengkader para sarjana dari kalangan kaum Muslim untuk menyebarkan cara berpikir mereka. Dimulai dengan Program Bea Siswa bagi dosen dan mahasiswa perguruan tinggi Islam untuk pendidikan S2 dan S3 ke universitas-universitas di Barat. Orang-orang seperti ini, tentu saja sudah dicuci otaknya dan dicekoki dengan pemikiran Barat, sehingga mereka menjadi perpanjangan tangan bagi para Orentalis untuk merusak Islam.

Murid-murid atau cucu murid-murid para Orientalis inilah yang kini banyak bertengger di kampus-kampus yang berlabel Islam, yang begitu leluasa merusak Islam.

KEBERHASILAN MEREKA ADALAH KEKAKALAHAN KITA

Lihatlah, keberhasilan mereka merusak Islam, pemikiran dan keilmuan Islam.
Misalnya, JURNAL JUSTISIA dari fakultas IAIN Semarang, edisi 30/2006, yang mengusulkan agar ayat-ayat Al-Qur’an ’yang bermasalah’ dihapus saja. Menurut si penulis, di dalam Al-Qur’an ada ’ayat-ayat yang kotor’ dan ada ayat-’ayat yang bersih’. Karena itu, dia mengusulkan, agar umat Islam berani menghapus dalam artian ’mengamandemen’ ayat-ayat Al-Qur’an yang ’bermasalah’ tadi.
Adalagi, masih pada jurnal yang sama dalam edisi 25/2004, terdapat tulisan yang mendukung sepenuhnya dan mempromosikan untuk melegalisasi perzinaan sejenis, alias homoseks.

Tentu tidak habis pikir kita, bagaimana bisa pikiran sekotor itu bisa disebarkan oleh sebuah penerbitan di kampus yang berlabel Islam? Sementara, pemimpin kampus tersebut tenang-tenang saja membiarkan kampusnya dijadikan ajang merusak aqidah Islam.

Selain itu, saat ini dengan dimotori oleh JIL (Jaringan Islam Liberal) dan Universitas Paramadina berkembang pemikiran yang disebut dengan liberalisme Islam, yang menyuarakan dan memperjuangkan Pluralisme Agama (menganggap semua agama sama), sinkretisme agama (menyatukan seluruh ajaran agama), persamaan gender, perkawinan beda agama dan masih banyak paham-paham lain yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran Orientalis.

Irene Handono menyatakan keberhasilan misonaris dalam memurtadkan Umat Islam tidak harus dengan cara mengeluarkan mereka dari Islam dan masuk Kristen. Menurutnya, biarkan mereka tetap dalam agama Islam, tetapi cara hidup mereka, budaya, cara berpikir dan lain sebagainya mengikuti milah orang Kristen.

ALLAH menyatakan bahwa, ”Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) ALLAH dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan ALLAH tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-NYA, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. At-Taubah: 32)

Oleh karena itu, hendaknya kaum Muslimin janganlah lengah dan jangan berpecah belah, mari rapatkan barisan dan kokohkan ukhuwah untuk menghadapi musuh-musuh Islam yang tak pernah berhenti ingin memadamkan cahaya ALLAH. ”Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan hartamu, jiwamu dan lisan-lisanmu.” (HR. Ahmad)
Wallahu Alam Bisawab


PARADIGMA PENDIDIKAN DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM


PARADIGMA PENDIDIKAN DALAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
Oleh : Rasman Bin Saridin

PENDAHULUAN
Konsep pendidikan dalam Islam adalah merupakan satu proses ‘long life education’ atau dalam bahasa Hadits Nabi saw “sejak dari buaian sampai ke liang lahat” (from the cradle to the grave). Namun terdapat berbagai diversifikasi pemikiran untuk mendefinasikan tentang konsep pendidikan Islam yang sangat di perlukan sebagai menjadi petunjuk arah untuk seluruh masyarakat Islam di dunia ini.

Ahmed (1990) mendefinisikan pendidikan adalah sebagai:- “suatu usaha yang dilakukan individu-individu dan masyarakat untuk mentransmisikan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan bentuk-bentuk ideal kehidupan mereka kepada generasi muda untuk membantu mereka dalam meneruskan aktifitas kehidupan secara efektif dan berhasil.”

Khan (1986) pula mendefinisikan maksud dan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut:
a. Memberikan pengajaran Al-Qur’an sebagai langkah pertama pendidikan.
b. Menanamkan pengertian-pengertian berdasarkan pada ajaran-ajaran fundamental Islam yang terwujud dalam Al-Qur’an dan Sunnah dan bahwa ajaran-ajaran ini bersifat abadi.
c. Memberikan pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan pemahaman yang jelas bahwa hal-hal tersebut dapat berubah sesuai dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
d. Menanamkan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan tanpa basis Iman dan Islam adalah pendidikan yang tidak utuh dan pincang.
e. Menciptakan generasi muda yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun dalam ilmu pengetahuan.
f. Mengembangkan manusia Islami yang berkualiti tinggi yang diakui secara universal.

Pendekatan pendidikan Islam yang diajukan oleh kedua pakar pendidikan di atas tersimpul dalam First World Conference on Muslim Education yang diadakan di Makah pada tahun 1977. Kesimpulan yang diambil adalah bahawa “tujuan daripada pendidikan (Islam) adalah menciptakan ‘manusia yang baik dan bertakwa ‘yang menyembah Allah dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur pribadinya sesuai dengan syariah Islam serta melaksanakan segenap aktifitas kesehariannya sebagai wujud ketundukannya pada Tuhan.”

Juga pada perhimpunan itu tercetusnya satu pandangan tentang meng-islamisasi-kan ilmu pengetahuan untuk mencapai matlamat yang lebeh tinggi. Di jelaskan bahwa “Islamization does not mean subordination of any body of knowledge to dogmatic principles or arbitrary objectives, but liberation from such shackles. Islam regards all knowledge as critical; i.e., as universal, necessary and rational. It wants to see every claims pass through the tests of internal coherence correspondence with reality, and enhancement of human life and morality. Consequently, the Islamized discipline which we hope to reach in the future will turn a new page in the history of the human spirit, and bring it clear to the truth.”

Oleh karena itu jelaslah bahwa yang dimaksud dengan pendidikan Islam di sini bukanlah dalam arti pendidikan ilmu-ilmu agama Islam semata-mata akan tetapi yang dimaksud dengan pendidikan Islam di sini adalah untuk menanamkan nilai-nilai fundamental Islam kepada setiap Muslim yang merdeka dan terlepas dari disiplin ilmu apa pun juga yang akan dikaji.

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

Dalam sejarah peradaban Islam, keberkesanan pendidikan benar-benar dapat dilaksanakan pada masa-masa kejayaan Islam. Hal ini dapat di saksikan, di mana pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban yang maju dan yang mewarnai sepanjang Jazirah Arab, Asia Barat hingga Eropa Timur.

Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam sepanjang abad pertengahan ini, tidak dapat dilepaskan dari adanya sistem dan paradigma pendidikan yang dilaksanakan pada masa tersebut. Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam ini tidak muncul secara spontan dan mendadak. Namun kesadaran ini adalah merupakan efek dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam (masa ke-Rasul-an Nabi Muhammad saw).

Pada masa itu Nabi Muhammad saw senantiasa menanamkan kesadaran pada para sahabat dan pengikutnya akan urgensi dan kepentingan ilmu dan selalu mendorong umat untuk senantiasa mencari ilmu. Hal ini dapat di buktikan dengan adanya banyak hadis yang menjelaskan tentang urgensi dan keutamaan (hikmah) ilmu dan orang yang memiliki pengetahuan. Bahkan dalam sebuah riwayat yang sangat termashur disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda bahawa menuntut ilmu merupakan sesuatu yang diwajibkan bagi umat Islam, baik lelaki mahu pun wanita.

Setelah ke-wafat-an Nabi Muhammad saw, para sahabat dan umat Islam secara umum tetap melanjutkan misi ini dengan menanamkan kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan kepada generasi-generasi sesudahnya. Kesadaran ini menjadi sesuatu yang mendarah daging di kalangan umat Islam dan mencapai puncaknya pada abad XI sampai awal abad XIII M.

Namun demikian, semangat mencari ilmu dan budaya berfikir mengalami kemunduran terutama setelah kejatuhan Bagdad pada tahun 1258M. Pendidikan dalam dunia Islam mengalami kemunduran dan ke-jumud-an sehingga tidak lagi mampu menjadi sebuah 'sarana pendewasaan' umat. Dalam erti kata lain, pendidikan menjadi tidak lebih dari sekedar sarana untuk mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai 'lama' (tradisional) dari ancaman 'serangan' gagasan Barat yang dicurigai akan meruntuhkan tradisi dan nilai-nilai moral Islam. Pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah proses intelektualisasi yang dapat me-rekonstruksi paradigma peserta didik melalui interpretasi secara berterusan dengan berbagai disiplin ilmu sesuai perkembangan zaman.

Akibatnya, pendidikan Islam melakukan proses menyendiri (isolation) sehingga pendidikan Islam akhirnya ter-marginalisasi dan kaku terhadap perkembangan ilmu pengetahuan maupun tehnologi. Melihat fenomena di atas, sudah seharusnya ada upaya untuk mengusahakan dan menemukan kembali semangat keghairahan pendidikan Islam. Hal ini merupakan salah satu daya usaha untuk mengangkat kembali martabat dunia ke-pendidikan Islam sehingga ianya kembali dan mampu survive di tengah-tengah masyarakat dunia. Dengan itu, untuk adanya sebuah paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik merupakan satu kemestian.
FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAM

PENDIDIKAN, sama ada dalam masyarakat Barat ataupun Islam, adalah bertujuan untuk menyebarkan pengalaman dan kebudayaan manusia daripada satu generasi kepada satu generasi yang lain. Perbezaannya, dalam pendidikan Islam, penyebaran pengalaman ini boleh dibahagikan kepada dua kategori.
Kategori Pertama : Pengalaman yang berasaskan nilai-nilai yang tetap dan tidak berubah yang terdapat dalam agama iaitu daripada Al-Quran dan As- Sunnah.
Kategori Kedua : Pengalaman berbentuk kemahiran serta teknikal yang keadaannya sentiasa berubah dari masa ke masa.

Matlamat pendidikan Islam ialah untuk mewujudkan perkembangan yang seimbang di dalam diri individu dengan nilai-nilai keislaman. Dalam pendidikan Islam, keadaan keseimbangan ini akan dapat menghasilkan seorang individu yang beriman, berilmu pengetahuan, berakhlaq tinggi dan beramal solih. Ini seterusnya akan menghasilkan satu masyarakat yang yang harmonis, saling hormat menghormati dan bekerjasama di antara satu dengan lain.

Namun, ada pendapat yang mengatakan bahawa pendidikan Islam hanya tertumpu kepada kerohanian saja. Pendapat seperti ini ternyata keliru kerana Islam tidak menghalang umatnya mempelajari disiplin-disiplin ilmu dan meneroka bidang-bidang pengetahuan yang lain. Malah keduanya sangat berguna dan saling kuat menguatkan diantara satu dengan lain.

Bagi Islam, seorang yang berilmu tetapi tidak mempunyai matlamat kerohanian, mungkin tidak dapat memberi banyak faedah kepada masyarakat. Pengetahuan yang terpisah daripada keimanan merupakan pengetahuan yang tidak complete atau menyeluruh dan ini mungkin boleh dikatakan sebagai satu jenis kejahilan yang baru.

Skop pendidikan Islam adalah sangat luas dan menyeluruh. Ia tidak hanya memberi perhatian kepada pembinaan otak saja atau menekankan aspek alam sekeliling dan rangsangan saja tetapi ia berusaha untuk membina individu manusia yang beriman, berakhlaq tinggi, berilmu pengetahuan dan beramal solih.

Ini menunjukkan skop pendidikan yang luas dan mencakupi perkara-perkara seperti pendidikan tauhid, pendidikan akal, pendidikan kesihatan, pendidikan akhlaq, pendidikan akidah, pendidikan emosi, pendidikan estetika dan juga pendidikan sosial. Dengan skop yang luas ini, pendidikan Islam mampu melahirkan seorang individu muslim yang menyeluruh dan seimbang untuk hidup bahagia di dunia dan di akhirat dan berbakti kepada keluarga, bangsa dan negara.
KESIMPULAN
Oleh itu, dapatlah dikatakan bahawa pendidikan dalam Islam adalah merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia untuk menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan sebagai seorang hamba (abd) dihadapan Khaliq-nya dan sebagai 'pemelihara' (khalifah) pada alam semesta. Fungsi utama pendidikan adalah untuk mempersiapkan generasi penerus dengan kemampuan (ability) dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat (society).

Menurut Khurshid Ahmad (1974), pendidikan menurut pandangan Islam mestilah dapat melahirkan manusia yang mempunyai pendirian serta keyakinan yang kukuh terhadap idealime Islam. Pendidikan harus membentuk dalam diri individu satu pendekatan Islamiyah supaya ia dapat mengukir jalan hidup di bawah prinsip sinar cahaya Islam.

Dengan ini, dapatlah dirumuskan bahawa matlamat pendidikan Islam adalah untuk:-
1. Melahirkan manusia yang bertakwa.
2. Melahirkan manusia yang ta’abbudi, iaitu manusia yang meletakkan seluruh hidupnya kepada mencari keredhaan Allah swt.
3. Melahirkan manusia yang bercita-cita tinggi dengan menjadikan prinsip al-falah sebagai tujuan hidup.
Sebuah sistem pendidikan yang berdasarkan kepada kesatuan akidah dan syariah sudah sewajarnya akan dapat mengimbangi antara tuntutan dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam


PENGAJIAN UMUM BERSAMA DR.DAUD RASYID MA


Pengajian umum bersama Dr.Daud Rasyid MA di Persatuan Muhamdiyah tangal 11/04/2009 dengan Tema :"Masa Depan dakwah Cabaran & Rintagan materi : 1.Islam Phobia 2.Orientalisme,Sekulerisme,Pluralisme dan Libralisme, 3.Cabaran Gerakan Dakwah Pasca 11,September 4.Cabaran Globalisasi yang dihadapi Umat Islam.
Hasilnya :
1.Umat Islam harus memperkuatkan Akidah
2.Memikirkan masalah yang besar yang sedang dialami Umat Islam.
3.Kerjasama sesama Gerakan Islam dalam hal yang disepakti dan tingalkan hal-hal yang tidak di sepakti.
4.Meyakini kejayaan Umat Islam.

'Ilmu dan Hal-Hal yang Berkaitan Dengannya

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَإِلَهَ إِلاَّهُوَ وَالْمَلَئِكَةُ وَأَولُوا العِلْمِ قَآئِمًا بِالْقِسْطِ لاَإِلَهَ إِلاَّهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ.

“Allah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia Yang Menegakkan Keadilan. Para Malaikat dan orang-orang berilmu (juga bersaksi atas yang demikian), tidak ada Tuhan Yang berhak disembah melainkan Dia Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana”. (Ali Imran: 18)

Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini berkata (yang terjemahannya) : Ini adalah kedudukan yang mengandung keistimewaan agung bagi ulama (orang-orang berilmu), sebab Allah mempersandingkan persaksian ulama dengan persaksian Allah dan para MalaikatNya terhadap suatu perkara yang sangat agung yaitu persaksian terhadap keesaan Allah Subhanahu wa Ta'ala .

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَيَعْلَمُوْنَ

“Katakanlah: ‘Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ?” (Az-Zumar:9)

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11)

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِـهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ

“Barangsiapa yang ALLAH menghendaki suatu kebaikan pada dirinya, maka Dia memberinya pengetahuan dalam masalah agamanya.” (Riwayat Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah, Darimi)

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Aalihi Wasallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (Hadits hasan riwayat Ibnu Majah)

Dari Katsir bin Qais, dia berkata (yang terjemahannya) : Aku sedang duduk bersama Abud Darda’ di masjid Dimasyq. Kemudian seorang laki-laki datang kepadanya, lalu dia berkata: ‘Wahai Abud Darda’, sesungguhnya aku mendatangimu dari kota Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam karena sebuah hadits yang telah sampai kepadaku, bahwa engkau menceritakannya dari Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, aku tidak datang (kepadamu) untuk keperluan lain.” Abud Darda’ berkata: ‘Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ سَلَكَ تَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقاً مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ العَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ وَلْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ. وَإِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَارًا وَلاَدِرْهَمًا وَ إِ نَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظِّ وَافِرٍ.

“Barangsiapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah membentangkan baginya satu jalan dari jalan-jalan surga. Dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ‘ilmi (penuntut ilmu agama). Dan sesungguhnya seorang alim itu, dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi dan oleh ikan-ikan yang ada di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan orang alim (berilmu) atas seorang ahli ibadah seperti Keutamaan bulan di malam purnama atas seluruh bintang-bintang. Dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka telah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil-nya, berarti dia telah mengambil bagian yang banyak”. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya. Dihasankan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin).

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa meniti jalan untuk mencari ilmu, maka ALLAH memudahkan jalan baginya ke surga.” (HR. Muslim)

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda (yang terjemahannya) : “Barangsiapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka ia fisabilillah sampai ia pulang.” (HR. Tirmidzi)

AKIBAT ORANG YANG BERBICARA DAN BERAMAL TANPA ILMU

وَلاَ تَقْفُ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ. إِنَّ السَّمْعَ وَلْبَصَرَ وَلْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلاً.

“Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguh-nya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Al-Isra: 36)

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ الـنَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ

“Maka siapakah yang lebih dzalim daripada orang-orang yang membuat kedustaan atas Allah untuk menyesatkan manusia tanpa ilmu?” Al-An’am: 144)

مَنْ قَالَ فِي القُرْآنِ بِرَأْيِهِ أَوْ بِمَا لاَيَعْلَمُ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa berbicara tentang al Qur’an dengan akalnya atau tidak dengan ilmu, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka.” (Hadits seperti ini di dapat dari dua jalan, yaitu Ibnu Abbas dan Jundub. Lihat Jami’ Ash-Shahih Sunan Tirmidzy jilid 5 hal. 183 no. 2950).

Dari Salamah bin Akwa dia berkata, aku telah mendengar Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ يَقُوْلْ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa yang mengatakan atas (nama)ku apa-apa yang tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Bukhari I/35 dan lainnya)

Dari Aisyah رضي الله عنها dia berkata (yang terjemahannya) : Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa mengamalkan sesuatu amal yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalnya itu tertolak.” (HR. Muslim)

كَفَى بِلْ مَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَا

“Cukuplah seseorang dinyatakan berbohong, jika ia menceritakan apa saja yang didengarnya.” (HR.Muslim dalam muqaddimah Shahihnya).

Dari beberapa ayat dan hadits di atas, jelaslah betapa buruk akibat bagi orang yang berbicara atau beramal tanpa didasarkan pada ilmu, asal bunyi dan menyampaikan al qil wal qal (katanya dan katanya) semata. Termasuk di dalam hal ini adalah kegiatan dakwah tanpa ilmu. Akibat buruknya adalah ancaman neraka dan dia akan dicap sebagai pembohong.

PERKATAAN SALAFUS SHALIH

Imam Syafi’I Rahimahullah berkata (yang terjemahannya) : “Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan keduanya maka hendaklah dengan ilmu.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi).

Ali bin Abi Thalib Radhiyallaahu 'Anhu memberikan nasehat kepada seorang tabi’in dengan perkataan beliau (yang terjemahannya) : “Wahai Kumail bin Ziyad! Sesungguhnya hati itu adalah wadah, maka sebaik-baik wadah adalah yang paling banyak memuat kebaikan. Ingatlah apa yang akan aku katakan kepadamu: Manusia itu ada tiga macam: -Seorang ‘alim rabbani (seorang yang berilmu, mengamalkan ilmunya dan mengajarkan-nya). -Seorang pelajar yang berada di atas jalan keselamatan. -Dan orang-orang hina, para pengikut setiap yang berteriak. Mereka mengikuti (arus) setiap angin, mereka tidak mendapatkan cahaya ilmu dan tidak berpegangan dengan tiang yang kokoh.” (Min Washaya As–Salaf, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali).

Umar bin ‘Abdul ‘Aziz Rahimahullah berkata (yang terjemahannya) : Siapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa ilmu, maka kerusakannya akan lebih banyak dari kebaikannya. (Ibnu Taimiyah dalam Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar hal. 63)

Imam Malik berkata (yang terjemahannya) : “Ilmu itu tidak diambil dari empat golongan, tetapi diambil dari selainnya. Tidak diambil dari orang bodoh, orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya, yang mengajak berbuat bid’ah dan pendusta sekalipun tidak sampai tertuduh mendustakan hadits-hadits Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, juga tidak diambil dari orang yang dihormati, orang shaleh, dan ahli ibadah yang mereka itu tidak memahami permasalahannya”. Imam Muhammad Ibnu Sirin berkata (yang terjemahannya) : Sesungguhnya ilmu itu dien, Maka lihatlah dari siapa kamu mengambil dienmu.



MENUNTUT ILMU BUKAN KEPADA AHLINYA

إِنَّ اللهَ لاَيَقْبِضُوْ الْعِلْمَ إِنْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يَبْقَ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُأُوْسًا جُهَّالاً فَسُئِـلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dikalangan umat manusia setelah dianugerahkan kepada mereka, tetapi Allah mencabut ilmu tersebut di kalangan umat manusia dengan di-matikannya para ulama, sehingga tidak tersisa orang alimpun, maka manusia menjadikan orang-orang bodoh menjadi pemimpin. Mereka dimintai fatwanya, lalu orang-orang bodoh tersebut berfatwa tanpa ilmu.” Dalam riwayat lain: “dengan ra’yu/akal, maka sungguh perbuatan tersebut adalah sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari I/34)

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّا عَةَ أَنْ يُلْتَمَسَ الْعِلْمُ مِنَ اْلأَصَاغِرِ.

“Sesungguhnya di antara tanda-tanda datangnya hari kiamat ialah apabila ilmu diambil dari orang-orang kecil.” (di kalangan mereka). (Lihat kitab Silsilah Hadits Shahih no. 695)

Ibnu Abdil Barr berkata (yang terjemahannya) : “Orang-orang kecil (ash shaghir) adalah orang-orang yang tidak berilmu.”

Ibnul Mubarak berkata (yang terjemahannya) : “Ash-Shaghir adalah ahlul bid’ah. (Lihat Silsilah Al-Ahadits ash-Shahihah). Syaikh al-Albani berkata (yang terjemahannya) : “Al-Shaghir adalah orang-orang bodoh, dimana mereka berbicara tanpa ilmu (pemahaman) dari Al-Kitab dan As-Sunnah dan mereka itu sesat lagi menyesatkan.”

Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallaahu 'Anhuma bahwa beliau berkata:

دِيْنُكَ, دِيْنُكَ إِنَّـمَا هُوَ لَحْمُكَ وَ دَمُكَ, فَانْظُرْ عَمَّنْ تَأْخُذُ, خُذْ عَنِ ا لَّذِيْنَ اسْتَقَامُوْا وَلاَ تَأْخُذْ عَنِ ا لَّذِيْنَ مَالُوْا.

“Agamamu, agamamu! Dia adalah darah dan dagingmu, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambilnya. Ambillah dari orang-orang yang istiqamah (terhadap sunnah), dan jangan ambil dari orang-orang yang melenceng (dari sunnah).” (Al Kifayah hal 121 karya Al-Khatib al Baghdadi).

Dalam kitab Fatawa Aimmah al-Muslimin bi Qath’i Lisan al-Mubtadi’in (Kitab yang memuat fatwa-fatwa para ulama terdahulu dari Mesir, syam dan Maghrib (Maroko) yang disusun oleh Mahmud Muhammad Khattab As–Subki) hal. 13 disebutkan (yang terjemahannya) :

“Para imam mujtahid telah bersepakat bahwasanya tidak boleh mengambil ilmu dari Ahlul Bid’ah, dan mereka mengatakan bahwa zina yang merupakan salah satu dosa paling besar, masih lebih ringan dibandingkan bila seseorang bertanya tentang perkara agamanya kepada Ahlul bid’ah.”

Simak pula perkataan Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid dalam kitabnya Hilyah Thalib al-Ilmi (yang terjemahannya) : “Hati-hatilah (wahai penuntut ilmu) terhadap “Abu Jahl” (orang bodoh), Ahlu Bid’ah. Yaitu mereka yang timpang aqidahnya dan tertutupi awan khurafat. Dia berhukum dengan hawa nafsu yang dinamakannya akal. Berikutnya mereka menentang dalil-dalil, padahal bukankah akal itu (adalah ketundukan) kepada nash-nash.”

ANCAMAN TERHADAP ORANG YANG TIDAK MENGAMALKAN ILMUNYA

Kiranya cukup firman ALLAH Ta'ala berikut ini sebagai celaan terhadap orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya:

كَمَثَلِ ا لَحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا.

“Seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.” (Al-Jumu’ah : 5)

Para ulama menafsirkan surat Al-Fatihah ayat 7 tentang ‘mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat’. Mereka yang dimurkai adalah orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya (seperti Yahudi), sekalipun mengetahui kebenaran, tetapi menyimpang dari kebenaran itu sendiri. Sedangkan mereka yang sesat (dan menyesatkan), adalah mereka yang beramal tanpa ilmu (seperti Nashrani) yang tidak mencari jalan ke-benaran. (Al-Jahl fi Tahkimi Al’Aql wat Ta’asshub –Syaikh Jamal bin Ahmad bin Basyir Badi’).

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

أُوْلَئِكَ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ.

“Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.” (Al-A’raaf: 179)

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda (yang terjemahannya) : “Pada Hari Kiamat akan ada seseorang yang dibawa, lalu dimasukkan ke dalam neraka. Maka di dalam neraka isi perutnya terburai keluar. Ia berputar-putar bagaikan seekor keledai yang berputar-putar menyeret alat penggilingan (tepung)nya. Lalu para penghuni neraka lain mengerumuninya. Mereka bertanya: ‘Hai Fulan! Mengapakah engkau? Bukankah engkau dahulu menyuruh kami berbuat makruf dan melarang kami berbuat mungkar? Ia menjawab: Ya, dahulu saya menyuruh kalian berbuat makruf, tetapi saya tidak mengerjakannya. Dan saya melarang kalian berbuat mungkar, tetapi saya mengerjakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

CELAAN TERHADAP ORANG-ORANG YANG TIDAK BERILMU

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang terjemahannya) : ”Tetapi kebanyakan mereka itu bodoh.” (Al-An’am:111)

“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun.” (Al-Anfal: 22)

“Sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang bodoh.” (Al-An’am: 35)

Lihat QS: 2 : 67, 6: 37, 7: 199, 11: 46, 25: 44. Ibnu Qayyim berkata (yang terjemahannya) : Semua ayat ini menjelaskan sisi negatif kebodohan, kebencian Allah terhadap kebodohan dan orang-orang bodoh.

Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ لاَ يُبْغِضُ كُلَّ عَالِمٍ بِالدُّ نْيَا وَجَاهِلٍ بِاْلأَخِرَةِ

“Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang pandai tentang dunia, bodoh tentang akhirat.” (Shahihul Jami’, dari Abu Hurairah)

TIPU DAYA IBLIS ATAS ORANG-ORANG SUFI KARENA MEREKA TIDAK MAU MENCARI ILMU

Orang-orang Sufi menjauhkan diri dari menuntut ilmu syar’i. Dikatakan oleh al Junaid, seorang pentolan Sufi, (yang terjemahannya) “Yang paling aku sukai pada seorang pemula, bila tak ingin berubah keadaannya, hendaknya jangan menyibukkan hatinya dengan tiga perkara berikut: mencari penghidupan, menimba ilmu (hadits) dan menikah. Dan yang lebih aku sukai lagi pada penganut sufi, tidak membaca dan menulis. Karena hal itu hanya akan menyita perhatiannya.”(Quwat al-Qulub, III/35)
Dari ‘Abdullah bin Khafif, dia berkata (yang terjemahannya) : “Sibukkanlah diri kalian dalam upaya mencari ilmu, dan janganlah kalian terperdaya oleh perkataan orang-orang sufi. Dulu aku pernah menyembunyikan pulpenku di saku tambalan dan lipatan celanaku. Aku juga biasa menemui para ulama secara sembunyi-sembunyi. Jika orang-orang sufi itu mengetahui apa yang kulakukan, tentu mereka akan menyerangku habis-habisan, seraya berkata ‘engkau tidak akan beruntung’. Setelah itu mereka menyodorkan berbagai alasan kepadaku.”

Orang-orang Sufi menghancurkan sanad-sanad hadits dan menshahihkan hadits-hadits dha’if (lemah), munkar dan maudhu’ (palsu) dengan cara kasyaf (tersingkapnya segala rahasia). Sebagai-mana dikatakan Abu Yazid Al-Busthami (yang terjemahannya) : “Kalian mengambil ilmu dari mayat ke mayat. Sedangkan kami mengambil ilmu dari Yang Maha Hidup dan tidak pernah mati. Hal itu seperti yang telah disampaikan para pemimpin kami: ‘Telah mengabarkan kepada aku hatiku dari Tuhanku’ .“(Al-Kawakib ad-Durriyah, Al-Manawi, hal 226)

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu mengomentari ucapan Abu Yazid bahwasanya ucapan tersebut adalah ucapan yang batil, menyelisihi Al-Qur’an yang mengandung dalil bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam untuk menyampaikan Islam/risalah kepada umat manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang terjemahannya) : “Hai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Allah kepadamu dari Tuhanmu.” (Al-Maidah: 67)

Tidak mungkin seorang mengambil ilmu langsung dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, itu adalah kedustaan yang dibuat-buat. Wallahu A’lam.

Maraji’:

1. Mukhtasar Minhajul Qashidin (terjemah) – Ibnu Qudamah
2. Miftah Daar As–Sa’adah (terjemah) – Ibnu Qayyim al-Jauziyah
3. Talbis Iblis (terjemah) – Ibnul Jauzy
4. Sufiyah fi Mizanil Kitab Wasunnah (terjemah) – Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu